Sabtu, 30 Mei 2009

LAHIRNYA ILMU ALAMIAH DAN HAKIKATNYA

KELAHIRAN PENGETAHUAN ALAMIAH MODERN

1. LAHIRNYA ILMU ALAMIAH DAN HAKIKATNYA
 Sejak dilahirkan di muka bumi ini, manusia bersentuhan dengan alam. Persentuhan dengan alam menimbulkan pengalaman. Alam memberikan rangsangan kepada manusia melalui pancaindera. Jadi, pacaindera merupakan komunikasi antara alam dengan manusia yang membuahkan pengalaman.
 Pengalaman itu saat demi saat bertambah, karena manusia ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang hakiki : Apa, bagaimana, dan mengapa, baik atas kehadiranny di dunia ini, maupun atas segala benda yang telah mengadakan kontak dengan dirinya. Manusia secara sadar atau tidak, akan mengadakan reaksi terhadap rangsangan alam. Pengalaman inilah yang memungkinkan terjadinya pengetahuan, yakni kumpulan fakta-fakta objek atau the bundle of facts.
 Kumpulan fakta itu selalu bertambah selama manusia masih berada di atas bumi dan selalu mengalihkan fakta-fakta itu dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pertambahan pengetahuan terjadi atas dua dorongan pokok :
a. Dorongan yang bersifat praktis, yakni manusia sebagai makhluk yang dapat berpikir, berbudi, berperasaan yang selalu berusaha menjadikan hidupnya lebih aman dan tingkatnya lebih tinggi. Dorongan yang pertama inilah yang pada saat akhir membuahkan ilmu terapan atau teknologi.
b. Dorongan yang bersifat nonpraktis atau teoretis, yakni manusia memiliki sifat ingin tahu dan mengerti sebenar-benarnya akan objeknya. Dorongan inilah yang menumbuhkan pengetahuan yang disebut murni atau pengetahuan.

2. KRITERIA ILMIAH
 Ilmu Alamiah mempelajari semua alam yang berada di sekitar kita. Jadi, benda-benda alam itulah objek Ilmu Alamiah. Sesuai dengan tujuan ilmu, Ilmu Alamiah ingin memperoleh kebenaran mengenai objeknya. Kebenaran yang sedalam-dalamnya yang hendak dicakup oleh ilmu, karena ilmuwan baru merasa puas jika ilmu yang diperolehnya sesuai dengan objek. 
 Alam sebagai objek penyelidikan mempunyai aspek yang sangat luas, misalnya aspek fisis. Aspek biologis, aspek psikologis, aspek ekonomis, dan sebagainya. Oleh karena itu, dapat dikatakan mustahil bahwa ilmu dapat mencapai seluruh kebenaran mengenai objeknya. Demikian pula apa yang dicapai oleh Ilmu Alamiah. Kebenaran yang dapat dicapai hanya dari beberapa aspek saja. Ilmuwan dapat saja tidak mengetahui salah satu aspek objek yang diselidiki; dalam hal ini ilmuwan masih belum mencapai seluruh kebenaran atas objeknya.
 Kebenaran yang besifat umum mengenai suatu objek walaupun hanya salah satu aspek saja dari objek, yang dicapai dengan metode ilmiah, dan kebenaran itu telah dirumuskan, perlu diorganisasikan dan diklasifikasikan.
a. Epistemologi Ilmu
 Epistemologi membahas secara mendalam proses-proses yang terlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh pengetahuan. Dalam mengkaji hakikat ilmu, salah satu landasannya ialah epistemologinya. Pada landasan ini yang dimasalahkan adalah pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan :
- Proses dan prosedur yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu.
- Cara, teknik atau sarana yang membantu memperoleh ilmu tersebut.
- Hal-hal yang harus diperhatikan agar memperoleh ilmu tersebut.
- Hal-hal yang harus diperhatikan agar diperoleh pengetahuan yang benar.
- Kebenaran dan kriteria tentang kebenaran.
b. Axiologi Ilmu
- Penggunaan pengetahuan yang berupa ilmu tersebut.
- Kaitan antara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral.
- Penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral dan,
- Hubungan antara teknik prosedur yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral.
1. Fungsi Ilmu
 Ilmu merupakan sumber pengetahuan yang berfungsi memberikan penjelasan atau dugaan terhadap permasalahan yang dihadapi. Dalam usaha memecahkan masalahnya, manusia melakukan berbagai usaha.
 Menurut A. Comte bahwa dalam sejarah perkembangan manusia itu ada tiga tahap yaitu : 
1. Tahap teologi atau tahap metafisika
2. Tahap filsafat 
3. Tahap positif dan tahap ilmu
 Dalam tahap teologi atau tahap metafisikan, manusia menyusuan mitos atau dongeng untuk mengenal realita atau kenyataan. Dalam alam pikiran mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya khayal intuisi atau imajinasi.
 Menurut C.V. van Peursen, mitos adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu ditularkan, dapat pula diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang, dan sebagainya. Inti cerita adalah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia juga lambang kejahatan dan kebaikan; hidup dan kematian; dosa dan penyucian; perkawinan dan kesuburan; firdaus dan akhirat. Pada tahap teologi ini, manusia menemukan identitas dirinya. Manusia sebagai subjek yang masih terbuka dikelilingi oleh objek yaitu alam, sehingga manusia mudah sekali dimasuki oleh daya dan kekuatan alam. Manusia belum mampu memandang objek atau realita dengan indranya.
2. Penalaran Deduktif (Rasionalisme)
 Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos. Dengan demikian mitos makin kurang disukai dan hanya dipakai untuk memberi keterangan pada anak kecil kalau kita kebetulan terlalu malas untuk memberi keterangan ilmiah yang lengkap atau kalau kita menganggap bahwa anak itu masih terlalu kecil untuk dapat mencerminkan keterangan yang benar.
 Menurut A. Comte, dalam perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia berkembang dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode berpikir secara objektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang objektif. Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat ini menusia mencoba mempergunakan resionya untuk memahami objek secara dangkal, tetapi objek belum dimasuki secara metodologis yang definitif.
 C.V van Peursen dalam bukunya mengatakan bahwa di dalam mitos manusia terikat, manusia menerima keadaan sebagai takdir yang harus diterima. Lama kelamaan manusia tidak mau terikat, maka manusia berusaha mencari penyelesaian dengan rasio.
3. Penalaran Induktif (Empiris)
 Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret ini disebut penganut empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret. Menurut paham emperisme ini, gejala alam itu bersifat konkret dan dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Dengan pertolongan panca inderanya, manusia berhasil menghimpun sangat banyak pengetahuan. Himpunan pengetahuan ini dapat disebut ilmu pengetahuan yang disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatnya. Untuk maksud itu perlu dilakukan penalaran. Penalaran haruslah dimulai dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. Di dalam penalaran itu, fakta yang didasarkan atas pengamatan tidak boleh dicampur adukkan dengan dugaan atau pendapat orang yang melakukan penaran. Mengemukakan pendapat seringkali juga berfaedah, Tetapi haruslah ada garis pemisah yang tegas antara dugaan dan fakta.
4. Pendekatan Ilmiah, Kelahiran IPA
 Agar himpunan pengetahuan itu dapat disebut ilmu pengetahuan, yang dikenal sebagai metode keilmuan atau pendekatan ilmiah.
 Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Teori ini masih terlalu dapat menghasilkan suatu teori. Teori ini masih terlalu dapat diuji dalam hati keajegan dan kemantapannya. Artinya bilamana diadakan penelitian ulang, yang dilakukan oleh siapapun dengan langkah-langkah yang serupa dan pada kondisi yang sama, akan diperoleh hasil yang ajeg (konsisten). Metode keilmuan itu bersifat objektif, bebas dari keyakinan perasaan dan prasangka pribadi serta bersifat terbuka. Artinya dapat diuji ulang oleh siapapun. Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh lebih dapat diandalkan dan hasilnya lebih mendekati kebenaran.
 Jadi, suatu himpunan pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bilamana cara memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme dan emperisme.

KERANGKA PEMIKIRAN



















A. Pengajuan Masalah :
- Latar Belakang Masalah
- Identifikasi Masalah
- Pembatasan Masalah
- Perumusan Masalah
- Tujuan Penelitian
B. Penyusunan Kerangka Teoritis dan Pengajuan Hipotesis :
- Pengkajian teori yang digunakan
- Pembahasan penelitian yang relevan
- Penyusunan kerangka berpikir
- Penyusunan hipotesis

C. Metodelogi Penelitian :
- Tujuan penelitian
- Tempat/waktu penelitian
- Metode penelitian
- Teknik pengambilan data
- Teknik pengumpulan data
- Teknik analisa data
D. Hasil Penelitian :
- Variabel
- Teknik analisis
- Kesimpulan analisis data
- Penafsiran kesimpulan analisis data
- Kesimpulan penguji analisis
E. Ringkasan dan Kesimpulan
- Deskripsi singkat mengenai masalah hipotesis metodelogi dan hasil penelitian
- Kesimpulan penelitian yang merupakan intensif dan seluruh aspek tersebut di atas
- Pembahasan hasil penelitian dengan membandingkan penelitian lain
- Pengkajian inspeksi penelitian
- Saran-saran
2. Perkembangan Pengetahuan dari Masa ke Masa
a. Zaman Purba
 Bahan-bahan yang ditemukan dari zaman purba (yang mencakup zaman batu) adalah :
1) alat-alat dari batu dan tulang
2) tulang belulang hewan
3) sisa-sisa dari beberapa tanaman
4) gambar dalam gua-gua
5) tempat-tempat penguburan
6) tulang-tulang manusia purba
 Di samping adanya peninggalan-peninggalan yang berupa alat-alat tersebut, manusia purba juga mewariskan cara bercocok tanam dan cara beternak. Mereka mampu memelihara dan membina tanaman dan hewan liar hingga menjadi tanaman dan hwan yang sesuai dengan kebutuhannya.
 Peninggalan-peninggalan alat-alat, tanaman, ternak tersebut di atas menunjukkan bahwa manusia purba telah mempunyai pengetahuan untuk memperolehnya berkat pengalamannya, kemampuannya mengamati, dan kemampuan memilih.
b. Zaman Yunani
 Masa 600 tahun sebelum masehi sampai kurang lebih 200 tahun sebelum masehi biasanya disebut zaman Yunani. Dalam bidang pengetahuan yang berdasarkan sikap dan pemikiran yang sekadar menerima apa adanya, terjadi perubahan besar, dan perubahan ini dianggap sebagai dasar ilmu pengetahuan modern.
 Tokoh-tokoh Yunani yang memberikan sumbangan perubahan pemikiran antara lain :
a. Thales 624 – 548 SM dianggap sebagai orang pertama yang mempertanyakan dasar dari alam dan isi dari alam ini. Dia dapat menerima begitu saja adanya kenyataan bahwa di bumi ada air, api, udara, awan, kayu, batu dan lainnya. Hal ini hanya dianggap sebagai gejala.
b. Anaximander, langit yang kita lihat adalah setengah saja, langit dan isinya beredar mengelilingi bumi ia juga mengajarkan membuat jam dengan tongkat.
c. Anaximenes, (560-520) mengatakan unsur-unsur pembentukan semua benda adalah air, seperti pendapat Thales. Air merupakan salah satu bentuk benda bila merenggang menjadi api dan bila memadat menjadi tanah.
d. Pythagoras (500 SM) mengatakan unsur semua benda adalah empat : yaitu tanah, api, udara, dan air. Ia juga mengungkapkan dalil Pythagoras C2 = A2 + B2, sehubungan dengan alam semesta ia mengatakan bahwa bumi adalah bulat dan seolah-olah benda lain mengitari bumi termasuk matahari.
e. Demokritos (460-370) bila benda dibagi terus, maka pada suatu saat akan sampai pada bagian terkecil yang disebut atomos atau atom, istilah atom tetap dipakai sampai saat ini namun ada perubahan konsep.
f. Empedokles (480-430 SM) menyempurnakan pendapat Pythagoras, ia memperkenalkan tentang tenaga penyekat atau daya tarik-menarik dan data tolak-menolak. Kedua tenaga ini dapat mempersatukan atau memisahkan unsur-unsur.
g. Plato (427-435) yang mempunyai pemikiran yang berbeda dengan orang sebelumnya, ia mengatakan bahwa keanekaragaman yang tampak ini sebenarnya hanya suatu duplikat saja dari semua yang kekal dan immatrial. Seperti serangga yang beranekaragam itu merupakan duplikat yang tidak sempurna, yang benar adalah idea serangga.
h. Archimedes (287-212 SM). Archimedes mempelajari matematika, fisika dan mekanika serta menerapkan sebagian penemuannya pada usaha membuat alat-alat. Perhitungan dan penemuan hukum Archimedes dimulai dengan pengalaman, dan kemudian diidealisasikan dalam alam pemikiran (analisis teoritis), akhirnya dibuktikan dengan percobaan. Dengan demikian, sebenarnya Archimedes sudah menemukan ilmu pengetahuan modern.
i. Aristoteles, merupakan ahli pikir, ia membuat intisari dari ajaran orang sebelumnya ia membuang ajaran yang tidak masuk akal dan memasukkan pendapatnya sendiri. Ia mengajarkan unsur dasar alam yang disebut Hule. Zat ini tergantung kondisi sehingga dapat berwujud tanah, air, udara, atau api. Terjadi transmutasi disebabkan oleh kondisi, dingin, lembah, panas, dan kering. Dalam kondisi lembab hule akan berwujud sebagai api, sedang dalam kondisi kering ia berwujud menjadi tanah. Ia juga mengajarkan bahwa tidak ada ruang yang hampa, jika ruang itu tidak terisi suatu benda maka ruang itu diisi oleh ether. Aristoteles juga mengajarkan tentang klasifikasi hewan yang ada dimuka bumi ini.
j. Ptolomeus (127-151) SM, mengatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya (geosentris), berbentuk bulat diam seimbang tanpa tiang penyangga.
k. Avicema (ibn Shina abad 11), merupakan ahli di bidang kedokteran, selain itu ahli lain dari dunia Islam yaitu Al-Biruni seorang ahli ilmu pengetahuan asli dan kontenporer. Pada abad 9-11 ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani banyak yang diterjemahkan dan dikembangkan dalam bahasa Arab. Kebudayaan Arab berkembang menjadi kebudayaan Internasional.
c. Zaman Modern
 Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu pengatahuan. Sejak zaman itu sampai sekarang Eropa menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan umat manusia pada umumnya. Permulaan perkembangannya dicetuskan oleh Roger Bacon (1214-1294) yang menganjurkan agar pengalaman manusia sendiri dijadikan sumber pengetahuan dan penelitian.
 Copernicus, Tycho Broche, Keppler, dan Galileo merupakan pelopor dalam mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman tersebut. Mereka menciptakan prinsip Heliosentrisme. Dengan teropongnya Galileo memastikan bahwa seperti bulan, planet-planet tidak memancarkan cahayanya sendiri, tetapi memantulkan cahaya matahari yang jatuh pada planet-planet tersebut Galileo juga menyusun dasar hukum-hukum yang menghubungkan kecepatan, percepatan, dan jarak yang ditempuh dalam waktu tertentu. Dengan demikian ia menciptakan Kinetika. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan kemudian diwariskan oleh Tycho Broche, Johannes Keppler menyusun tiga hukum tentang gerakan planet-planet selama mengelilingi matahari.
 Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi sangat mantap dan pesat setelah ditulisnya buku yang berjudul Novum Organum oleh Francis Bacon (1560-1626) yang mengutarakan tentang landasan empiris dalam mengembangkan pengetahuan dan penegasan ilmu pengetahuan dengan menguraikan metodenya. Setelah adanya karya F. Bacon tersebut, muncullah tokoh-tokoh yang peranannya sangat menentukan dalam berkembangnya ilmu pengetahuan selanjutnya. Bila dilihat dari segi metodologi dan psikologi maka seluruh ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada :
1. Pengamatan dan pengalaman manusia yang terus menerus
2. pengumpulan data yang terus menerus dan dilakukan secara sistematis
3. Analisis data yang ditempuh dengan berbagai cara, yang antara lan adalah :
a. Analisis langsung
b. Analisis perbandingan
c. Analisis matematis dengan menggunakan model-model matematis
4. Penyusunan model-model atau teori-teori, serta penyusunan ramalan-ramalan sehubungan dengan model-model itu.
5. Percobaan-percobaan untuk menguji ramalan tersebut.





BY : ANONYMOUS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar