PENGANTAR
Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA
(Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
PSIKOLOGI DAKWAH
MENGAJAK SECARA PERSUASIF
Pendahuluan
Dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan Islam kepada manusia. Secara lebih operasional, dakwah adalah mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan yang defenitif yang rumusannya bisa diambil dari Al Qur’an dan Hadits atau dirumuskan oleh da’i sesuai dengan ruang lingkup dakwahnya.
Sebagai peristiwa komunikasi, aktivitas dakwah dapat menimbulkan berbagai peristiwa di tengah masyarakat yang harmoni, menegangkan dan kontroversial, bisa juga melahirkan berbagai pemikiran baik yang moderat maupun yang ekstrim, yang sederhana maupun yang rumit, yang parsial maupun yang komprehensif.
Manusia sebagai objek dakwah (mad’u) individu maupun kelompok memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Begitu juga da’i ada yang berfikiran sempit dan ada yang luas, da’i tak cukup menguasai materi dakwah tetapi harus memahami karakteristik mad’u.
Dakwah Islam Dan Prinsipnya
Islam itu agama dakwah yakni agama yang harus didakwahkan kepada manusia tidak ada yang membantah. Seperti pidato Nabi Muhammad SAW dalam da’wahnya pada haji wada’ “Faliyulballigh as Syahidu Minkum al-Ghaiba” susunan kata (uslub) dalam ayat-ayat Al Qur’an juga secara gamblang menjelaskan kewajiban da’wah bagi umatnya.
Dakwah juga harus disampaikan secara persuasif, yakni dengan menggunakan cara berfikir dan cara merasa masyarakat yang didakwahi, sehingga mereka menerima dan mematuhi seruan da’i tetapi merasa sedang mengikuti kehendak sendiri. Kepada orang kafir atau orang munafiq jelas-jelas menolak seruan Islam, sehingga Al Qur’an mengajarkan agar dakwah kepada mereka dengan kalimat yang keras dan membekas dalam jiwanya (qaulan baligha, QS. 4 : 63, QS. 9 : 73). Sedangkan untuk masyarakat awam Al Qur’an menganjurkan berdakwah dengan perkataan ringan (qaulan maisura, QS. 17 : 28) perkataan yang mudah diterima dan pantas.
Adapun kepada penguasa tiran seperti Fir’aun, Al Qur’an mengajarkan agar dalam berdakwah kepada mereka dengan perkataan yang lemah lembut (qaulan layyina, QS. 20 : 43 – 44) karena perkataan yang keras akan berakibat putusnya komunikasi dan da’i tidak memiliki peluang berdakwah. Kepada orang tua atau yang dituakan hendaknya berdakwah dengan perkataan yang mulia (qaulan karima, QS. 7 : 73) perkataan penuh kebajikan tidak retorik dan tidak pula menggurui, karena orang tua bisaanya cepat tersinggung oleh perkataan menggurui. Secara umum dakwah kepada siapapun haruslah dengan perkataan yang benar (qaulan sadida, QS. 33 : 69 – 70) yakni mengenai sasaran, benar, substansi dan benar bahasanya.
Prinsip-Prinsip Dakwah
Dakwah adalah usaha meyakinkan kebenaran kepada orang lain. Pesan yang disampaikan harus berupa informasi yang memudahkan seseorang mengerti maknanya dan seruannya masuk ke dalam jiwa pendengarnya. Masyarakat da’wah khususnya para da’i harus mematuhi prinsip-prinsip dakwah sebagai berikut.
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri (Ibda’ binafsik) menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat “Qu anfusakum wa ahlikum nara” (QS. 66 : 6).
2. Secara mental, da’i harus siap menjadi pewaris para nabi, yakni mewarisi perjuangan yang berisiko “Al-Ulama waratsatul ambiya’, nabi juga mengalami kesulitan meski dilengkapi dengan mukjizat.
3. Da’i harus menyadari bahwa masyarakat mebutuhkan waktu untuk dapat memahami pesan dakwah oleh karena tiu da’wah ada tahap-tahap sebagaimana nabi melalui tahapan periode Mekkah dan periode Madinah.
4. Da’i harus menyelami alam pikiran masyarakat, sehingga kebenaran yang disampaikan menggunakan logika masyarakat seperti pesan rasul “Khatib an nas ‘ala qadri ‘uqulihim”.
5. Dalam menghadapi kesulitan, Da’i harus bersabar, karena sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap pembawa kebenaran pasti akan dilawan oleh orang-orang yang ingkar.
6. Citra positif dakwah akan sangat melancarkan komunikasi dakwah. Dalam hal ini citra buruk akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi kontraproduktif, tetapi citra positif meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah.
7. Da’i harus memperhatikan tertib urutan pusat perhatian da’wah yaitu prioritas sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal ya’ni al-khair (kebajikan), yad’una ila al khair, baru keapda Amr ma’ruf dan nahi munkar (QS. 3 : 104).
Hakikat Dakwah
Hakikat dakwah bisa dilihat dari makna yang dipersepsi oleh masyarakat yang menerima dakwah.
1. Dakwah sebagai tabligh. Tabligh artinya menyampaikan dan orangnya disebut mubalig. Wujudnya mubalig menyampaikan materi dakwah (ceramah) kepada masyarakat.
2. Dakwah sebagai ajakan. Orang tertarik kepada ajakan jika tujuannya menarik maka da’i mempunyai tujuan secara makro dan mikro yang cukup jelas. Tujuan makro mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, sedang tujuan jangka pendek yang mudah terjangkau dan yang menarik hati masyarakatnya.
3. Dakwah sebagai pekerjaan menanam
Nilai-nilai yang ditanam di dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, kasih sayang, rendah hati, disiplin, dan nilai akhlak mulia lainnya. Guru di sekolah (dan lembaga pendidikannya) adalah da’i yang berdakwah berupa menanam karena pengajar adalah mentransfer pola tingkah laku atau budaya.
4. Dakwah berupa pekerjaan membangun
Sebagaimana dicontohkan dalam sejarah, dakwah juga bisa dimaksud untuk membangun tata dunia Islam (daulah islamiyah) lebih kecil lagi membangun negara Islam (nasional) dan lebih kecil lagi membangun masyarakat islami dan lebih kecil lagi membangun komunitas Islam.
Ciri-Ciri Dakwah Yang Efektif
Dakwah harus dirumuskan secara defenitif, terutama tujuan mikronya. Dari sudut psikologi dakwah, ada lima ciri dakwah yang efektif :
1) Jika dakwah dapat memberikan pengertian kepada masyarakat (mad’u) tentang apa yang didakwahkan.
2) Jika masyarakat (mad’u) merasa terhibur oleh dakwah yang diterima.
3) Jika dakwah berhasil meningkatkan hubungan baik antara da’i dan masyarakatnya.
4) Jika dakwah dapat mengubah sikap masyarakat mad’u.
5) Jika dakwah berhasil memancing respons masyarakat berupa tindakan.
Nah, seorang da’i di dalam mengajak atau mendorong mad’u harus mampu merumuskan tujuan yang menarik hati mad’u. mad’u dipengaruhi oleh persepsi (perhatian) oleh konsep fungsional dan konsep struktural.
BAB I
PENGERTIAN PSIKOLOGI DAKWAH
A. Pengertian Psikologi
Dalam lapangan ilmu pengetahuan, psikologi merupakan salah satu pengetahuan yang tergolong dalam “Empirikal Science” yaitu ilmu pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman manusia. Walaupun pada perkembangannya bersumber pada filsafat yang bersifat spekulatif.
Psikologi menurut bahasa berasal dari kata Yunani yang terdiri dari dua kata, Psyche dan Logos. Psyche berarti jiwa dan Logos berarti ilmu, jadi psikologi secara bahasa dapat berarti “Ilmu Jiwa”. Namun pengertian ilmu jiwa itu sendiri masih kabur dan belum jelas. Hal ini disebabkan karena para sarjana belum mempunyai kesepakatan tentang jiwa itu sendiri.
B. Pengertian Dakwah
Dakwah secara bahasa mempunyai makna bermacam-macam :
1. ( ) memanggil atau menyeru (QS. Yunus : 25)
2. Menegaskan atau membela, baik terhadap yang benar ataupun yang salah, yang positif ataupun negatif.
3. Suatu usaha berupa perkataan ataupun perbuatan untuk menarik seseorang kepada suatu agama tertentu.
4. Doa (permohonan).
5. Meminta dan mengajak seperti ungkapan “da’a bi as-sya’i” artinya meminta dihidangkan atau didatangkan makanan atau minuman.
Beberapa ulama berpendapat bahwa dakwah adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan dan mengajarkan serta mempraktikkan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari.
C. Pengertian Psikologi Dakwah
Psikologi dakwah dapat didefenisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah.
Psikologi dakwah dapat juga diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajaran-ajaran Islam demi kesejahteraan hidup manusia dunia dan akhirat.
D. Objek Pembahasan Psikologi Dakwah
Mengenai fakta-fakta yang diselidiki atau dipelajari suatu ilmu merupakan “Objek Material” dan “Objek Formal” masing-masing yang dimiliki.
Objek material psikologi dakwah adalah manusia sebagai objek psikologi dan sebagai sasaran dakwah. Sedangkan objek formal ditunjukan oleh rumusan atau defenisi psikologi dakwah itu sendiri. Sebagai objek psikologi dakwah manusia memiliki sikap, tingkah laku dan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh hereditas (pewarisan) dan lingkungan. Karena itu untuk mencapai tujuan dakwah secara maksimal harus dibarengi pendekatan-pendekatan psikologi yang bersifat fleksibel.
E. Sejarah Perkembangan Psikologi dan Dakwah
1. Sejarah Perkembangan Psikologi
Sejak permulaan abad XX psikologi makin berkembang ke arah pengkhususan studi tentang aspek-aspek kehidupan jiwa manusia yang masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan satu dengan yang lainnya, pengkhususan tersebut dapat dikemukakan dalam beberapa aliran sebagai berikut :
a. Psikoanalisis
Aliran yang mempelajari tentang proses hidup kejiwaan manusia dari aspek bawah sadar manusia. Lapisan bahwa sadar inilah dipandang penting dalam proses kehidupan manusia baik sosial maupun individual.
b. Psikologi individual (ilmu jiwa pribadi)
Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi pribadi yang mencakup sikap, sifat, watak, dan tempromen manusia.
c. Psikoanalitis
Suatu ilmu yang mempelajari kehidupan jiwa manusia dari segi kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran yang cenderung ke arah luar disebut ekstravensi. Ketidak sadaran cenderung kedalam disebut introvensi. Kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan karena berbentuk sejak lahir.
2. Sejarah Perkembangan Dakwah
Sejarah dakwah dapat dibagi menjadi empat periode. Periode pertama tentang dakwah para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Kedua masa nabi dan Khulafa Al Rasyidin, ketiga masa kekuasaan dinasti Umayyah, keempat masa modern.
a. Periode sebelum Nabi Muhammad
Pada periode pertama, semenjak Nabi Nuh hingga Nabi Isa, para ahli sejarah Islam sepakat bahwa mereka merupakan para da’i utusan Allah yang mengajak kepada ketauhidan (Pengesaan Allah) serta memerangi musyrik, menyuruh kepada ketaatan dan mencegah maksiat.
Dakwah para Nabi pada peridode ini lebih bersifat lokal, hanya untuk kaum tertentu sesuai kebutuhan dan kecenderungan masing-masing kaum. Mereka menyakinkan risalah dan kerasulannya dengan menampakkan sikap jujur karena setiap nabi dan rasul memiliki sifat itu.
b. Periode Nabi Muhammad dan Khulafa Al Rasyidin
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, dakwah diteruskan oleh Abu Bakar yang menjabat selama dua tahun tiga bulan delapan hari, kemudian Umar bin Khattab selama sepuluh tahun enam setengah bulan. Kemudian dilanjutkan oleh Usman bin Affan menjabat selama dua belas tahun, dilanjutkan oleh Ali selama lima tahun.
Pada masa itu, aktivitas dakwah secara intern dilaksanakan dengan khotbah dan diskusi-diskusi keagamaan baik antara sahabat maupun mereka yag baru memeluk Islam (muallaf) banyak perlawanan yang dilakukan dan penaklukan wilayah namun secara umum, dakwah pada masa ini semakin bergairah dan semakin meluas.
c. Periode Umayyah, Abasyiah, dan Utsmani
Pada periode ini dakwah Islam semakin meluas dengan semakin banyaknya daerah yang ditaklukkan. Para ulama ahli Fiqh, Tafsir, dan Hadits dikirim ke daerah-daerah untuk menyebar dan menjelaskan agama Islam. Demikian juga dibangun perpustakaan dan pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti Mesir, Baghdad, dan Iran. Ilmu filsafat, teologi, hukum Islam dan mistik berkembang secara pesat.
d. Periode Zaman Modern
Secara garis besar, proses dakwah pada periode ini baik barupa penyampaian (tabligh) dan penyebaran Islam tetap berjalan walaupun banyak tantangan dan rintangan apalagi setelah runtuhnya Dinasti Utsmani yang merupakan simbol kekuatan dikuasai imperialis (penjajah). Dakwah pada masa itu dengan bentuk bermacam-macam secara personal, secara kelompok berupa institusi formal dan nonformal dalam bentuk pergerakan politik dengan metode, sarana prasarana yang berbeda-beda.
F. Pemikiran ke Arah Psikologi Islam
Perbincangan tentang Nafs (jiwa) ini dimungkinkan karena Islam sendiri sudah memiliki konsep sendiri tentang manusia dan unsurnya, wajar jika pemikir muslim berbicara tentang manusia dan jiwanya. Menurut Malik M. Badri, ada tiga fase perkembangan sikap psikolog muslim terhadap psikologi modern yang berasal dari barat yaitu fase infantuasi, rekonsiliasi,dan emansipasi.
Fase pertama sarjana Muslim tergila-gila dan memikat pada teori psikologi mereka mengikuti sepenuhnya. Fase kedua psikologi dengan apa yang ada dalam Al Qur’an. Mereka beranggapan ada pertentangan dan yang ke tiga mereka bersifat kritis terhadap pandangan-pandangan psikologi yang mengalihkan perhatiannya pada Al Qur’an.
M. Badri jgua mengecam pada wawasan mengenai manusia dianggap makhluk hedonis dan corak reduksionistis yang menganggap perilaku manusia sangat unik dan majemuk (termasuk penghayatan dan perilaku etis religius) pada dasarnya bersumber dari pengalaman menerima faktor-faktor penguat berupa ganjaran dan hukuman.
G. Pemikiran Ke Arah Psikologi Dakwah
Pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan bagian dari psikologi islam, karena landasan yang digunakan sama keduanya. Yaitu Al-Qur’an dan hadist. Ilmu ini dirasakan perlu dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan dakwah dan memaksimalkan hasil dari kegiatan dakwah.
Di Indonesia, ilmu ini dirintis oleh H.M Arifin Tahun 1990. menurut beliau, pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan landasan dimana metodologi dakwah seharusnya dikembangkan.
Ada beberapa literature yang diterbitkan di Indonesia menyangkut psikologi dakwah antara lain H.M Arifin dengan judul psikologi dakwah dan Achmad Mubarok dengan judul yang sama. Mereka menjadikannya menjadi sbuah disiplin ilmu yang mapan masih membutuhkan kerja keras mengingat masih jarangnya pemikir-pemikir yang bergelut di bidang ini. Dan sebagai disiplin ilmu psikologi dakwah jug ahaus membangun teori detail tentang manusia, metodologi dan penelitian psikologi dakwah, serta aplikasi ilmu.
H. Hubungan Psikologi dakwah dengan ilmu lain.
1. Hubungan Ilmu Dakwah Dengan Psikologi
Silam adalah agama dakwah, agama menyebar luaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengetian dan kesadaran agar umat islam mampu menjalani hidup sesuai dengan perintah. Dengan demikian, setiap muslm berkewajiban untuk berdakwah.
Dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da’i dihadapkan pada kenyataan bahwa individu-individu yang akan di dakwah memiliki keberagaman dalam berbagai hal seperti fikiran (ide-ide), pengalaman kepribadian dan lain-lain. Dengan kata lain seorang da’i di tuntut menguasai studi Psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan manusia sebagai individu maupun anggota masyarakat, baik pada fase perkembangan manusia anak, remaja, dewasa dan manula.
2. Hubungan Psikologi Dakwah Dengan Ilmu Komunikasi.
Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi, dimana da’i mengkomunikasikan pesan kepada mad’u perorangan atau kelompok secara teknis dakwah adalah komnukasi antara da’i (komunikator dan mad’u (komunikan) hukum dalam komunikasi berliku juga dalam dakwah, hambatan komunikasi berarti hambatan dakwah.
Perbedaan dakwah dengan komunikasi terletak pada muatan pesannya, pada komunikasi sifatnya netral sedang pada dakwah terkandung nilai keteladanan dan kebenaran.
3. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Agama
Psikologi agama meneliti sejauh mana pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang (berfikir, bersikap, dan bereaksi) karena tingkah laku tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan. Jika psikologi berusaha menguak apa yang melatarbelakangi tingkah laku manusia yang terkait dengan dakwah, maka psikologi agama mencari sebesar-besar keyakinan agama seseorang mempengaruhi tingkah laku dakwah di lakukan terhadap orang yang belum beragama dan orang yang sudah beragama.
4. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Patologi Sosial
Sebelum memulai kegiatan dakwah, para da’i perlu mengetahui lebih jauh apa saja penyakit-penyakit masyarakat dan penyakit masyarakat di bahas dalam patologi sosial yang membahas tentang sikap, kegiatan yang bertentangan dengan norma-norma agama, masyarakat, adapt istiadat dan sebagainya.
5. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Sosiologi
Dakwah merupakan komunikasi antara da’i dan madu’ akan melahirkan interaksi sosial, karena itu sosiologi menaruh perhatian pada interaksi sosial tersebut.
6. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Individual
Misi dakwah dalam hal ini adalah menyadarkan manusia sebagai makhluk individual yang harus meningkatkan diri pada khaliknya dan mengintegrasikan dirinya dengan masyarakat. Bantuan psikologi individual dengan psikologi dakwah terletak pada pengungkapan tentang hal ikhwal hidup kejiwaan individual dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya sesuai dengan kebutuhan melalui proses dakwah yang tepat.
7. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Sosial
Psikologi sosial merupakan landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwah karena psikologi sosial mempelajari tentang penyesuaian diri manusia yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial.
BAB II
KARAKTERISTIK MANUSIA DA’I DAN MAD’U
Masalah pokok yang tidak memudahkan para ahli untuk mengetahui dengan tepat esensi jiwa ialah sifat hidup kejiwaan manusia kecuali abstrak, juga mudahnya berubah karena rangsangan lingkungan sehingga hanya gejala-gejala saja yang dapat dijadikan landasan factual dalam penganalisian ilmiah. Hakikat manusia terletak pada hidup kejiwaannya (rohaniyah-nya) bukan pada jasmaniahnya dianggap komplementer, Melainkan sebagai unsur yang mutlak harus ada tanpa unsur jasmaniah manusia tidak akan ada, sehingga kedua-duanya ada keseimbangan terwujud kesehatan lahir dan batin.
A. Konsep Manusia Menurut Psikologi
Ada 4 pendekatan yang paling dominant
1. Psikoanalis aliran dalam psikologi yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan terpendam (homo valens)
2. Behaviorisme aliran yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh lingkungan
3. Psikologi kognitif aliran yang melihat manusia sebagai makhluk aktif organisasi dan mengolah stimulasi yang diterimanya.
4. Psikologi humanistic menggambarkan manusia pelaku aktif dalam strategi transak-sional dalam lingkungan.
1. Pandangan Psikoanalis
Sigmund Freud, pendiri spikoanalisis memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia. Frued menggambarkan tentang tiga sistem utama kepribadian manusia id (das es), ego (das ich) dan super ego (veber ich) perilaku manusia merupakan hasil interaksi ketiga sistem tersebut.
Id (das es) merupakan wadah yang berisi dorongan-dorongan bahwa yang bersifat primitive dan dorongan biologis manusia (insting), ia bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan kepuasan, dan id merupakan lapisan psikis paling dasar.
Sub sistem kedua adalah ego (das ieh) berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntunan rasional dan realistic.
Sedangkan unsur yang terakhir adalah super ego (veber ich) berfungsi untuk mengontrol dan mensensor id agar tidak begitu saja meralisasikan pemuasnya. Super ego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat terpenting dari veber-ich ialah sebagai hati nurani yang mengontrol dan mengkritik perubahan.
2. Pandangan Psikologis Behavioris
Aliran ini melahirkan pendekatan yang sangat kontradiktif dengan psikoanalisis mereka tidak mengakui konsep kesadaran dan ketidaksadaran. Tetapi semua tingkah laku manusia berbentuk dari reflek. Pelopor aliran ini adalah John Broadus Watson. Melalui studi eksperimennya, ia menjelaskan tentang konsep kepribadian dengan mempelajari tingkah laku manusia yang mengacu pada konsep stimulus respons.
3. Pandangan Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif menempatkan manusia sebagai makhluk yang bereaksi secara aktif terhadap lingkungannya dengan cara berfikir. Konsep manusia sebagai pengolah informasi yang dipandang sebagai produk strategi pengolahan informasi yang rasional yang mengarah pada penyediaan, penyimpanan dan pemanggilan informasi yang digunakannya untuk memecahkan persoalan.
4. Pandangan Psikologi Humanistik
Pemikiran para tokoh humanistic banyak dipengaruhi oelh behaviorisme dan psiko analisis, Namun mereka tidak setuju dengan keduanya. Pendekatan humanistic dimunculkan sebagai suatu usaha untuk memusatkan aspek positif tentang manusia. Pendekatan ini berasumsi bahwa manusia tidak bisa di pahami melalui kondisi-kondisi stimulus saja, Namun proses psikologi internal juga mempunyai pengaruh pada pemikiran, perasaan, dan tindakannya. Carl rogers mengatakan manusia pada dasarnya adalah baik dan bahwa potensi manusia adalah tidak terbatas.
B. Konsep Manusia Menurut Islam
1. Hakekat Manusia
Untuk memahami hakikat manusia, beberapa sarjana merumuskan beberapa pendekatan:
Pertama : Mempelajari dan menyelediki manusia dalam hakikatnya yang murni dan esensial, pendekatan ini lebih banyak dilakukan oleh psikolog, filsuf, dan teolog
Kedua : Melalui pendekatan ideologis dan spiritual yang mengatur tindakan manusia yang mempengaruhi dan membentuk personalitasnya biasanya dilakukan oleh ahli moral, tasawuf dan sosiolog
Ketiga : Mengambil konsep tentang manusia dari penyelidikan tentang lembaga-lembaga etika dan yuridis yang telah terbentuk dari pengalaman-pengalaman sejarah yang dihormati, karena lembaga tersebut telah dapat melindungi manusia. Pendekatan ini dilakukan oleh ahli hukum dan sejarah
Kajian isllam mengenai manusia telah banyak ditulis oleh para sarjana dengan sudut pandang yang beragam. Yaitu islam memberikan penghargaan tinggi sekali terhadap martabat manusia sebagai “Khalifah di Bumi”.
2. Kedudukan Nafs dalam Struktur Kepribadian Manusia
Kepribadian menurut psikolog adalah organisasi dinamis dari organ fisik dan psikis dalam diri individu yang membentuk karakter yang unik dalam penyesuaian dengan lingkungan. Jadi, para psikolog memandang kepribadian sebagai keseluruhan komplementer yang bertindak dan memberi respon sebagai satu kesatuan dimana terjadi pengorganisasian dan interaksi. Semua agen fisik maupun psikis yang membentuk tingkah laku dan respon suatu cara membedakan dengan orang lain.
Dalam mengkaji faktor-faktor yang membentuk kepribadian para psikolog modern terkait faktor-faktor tersebut dengan faktor biologis, sosial dan budaya mereka mengkaji dampak keturunan, struktur tubuh dan sifat yang membentuk sistem saraf dan kelenjar.
Dalam islam, kajian tentang nafs sebagai faktor spiritual merupakan bagian dari kajian tentang hakikat manusia itu sendiri.
Achmad Mubarok, kata nafs dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa makna :
1. Nafs sebagai diri atau seseorang (QS. Ali Imran ayat : 61)
2. nafs sebagai diri Tuhan Surat Al-Anam 6 : ayat 54)
3. nafs sebagai person sesuatu Al-Furqan ayat : 3
4. nafs sebagai ruh Al-Anam ayat : 93
5. nafs sebagai jiwa Asy-Syam 91:7 dan alfajar ayat 27
6. nafs sebagai totalitas manusia Al-maidah ayat 32
7. nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku Ar-Rad ayat 11
3. Segi Positif dan Negative Manusia
Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya banyak berbicara tentang manusia yang memuji dan memuliakan manusia sebagai khalifah di muka bumi serta sebagai makhluk samawi dan semi samawi yang memiliki sifat-sifat Ketuhanan (Lahutiyah) dan sifat kemanusiaan (nasutiyah). Dalam diri manusia terdapat kesiapan (Potensi) untuk melakukan kejahatan dan kebajikan yang membawa kepada ketentraman psikis dan kebahagiaan spiritual. Menurut Quraish Shihab, pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada potensi negative hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Karena itu manusia di tuntut untuk memelihara kesucian jiwa dna jangan mengotorinya.
C. Mad’u (Objek Dakwah) dan Kondisinya
Pendekatan sistem (system approach) adalah pendekatan yang digunakan dalam aktivitas dakwah. Artinya aktvitas dakwah tidak akan sukses tanpa adanya suatu unsur atau faktor tertentu.
Salah satu unsur dakwah atau mad’u yakni manusia yang merupakan individu atau bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang unsur ini merupakan suatu keniscayaan dalam keberhasilan suatu dakwah.
1. Manusia Sebagai Individu
Dalam membentuk kepribadian manusia, fkator intern (bawaan) dan faktor ekstern (lingkaran) saling mempengaruhi sebagai objek dakwah manusia dibedakan oleh berbagai aspek:
1. Sifat-sifat kepribadian seperti, penakut, pemarah, suku bergaul, peramah, sombong dsb
2. Intelengi : aspek kecerdasan seseorang mencakup kewaspadaan, kemampuan belajar, kecepatan berfikir dan kemampuan mengambil kesimpulan.
3. Pengetahuan (knowledge)
4. Ketrampilan (skill)
5. Nilai-nilai (values)
6. Peranan (roles)
2. Manusia Sebagai Anggota Masyarakat (kelompok)
Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial, sejak lahir ia memerlukan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang lain.
Masyarakat merupakan sasaran dakwah (objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat dari berbagai segi: segi sosiologis berupa masyarakat terasing, desa atau kota marginal atau kota besar : segi structural berupa masyarakat pemerintah dan keluarga. Segi sosio structural berupa golongan priyai dan santri. Segi tingkat usia, golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Segi okupasional (profesi atau pekerjaan) petani, pedagang dan pegawai dan sebagainya. Segi sosial-ekonomis berupa orang kaya dan orang miskin, segi jenis kelamin, pria dan wanita segi masyarakat khusus berupa ; tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.
Masyarakat dlaam perkembangannya di pengaruhi oleh berbagai hal diantaranya:
a. Pengaruh Budaya
Secara umum, kebudayaan meliputi segala sesuatu yang dihasilkan dari cipta rasa dan karsa manusia yang bersifat materi (pakaian, Rumah, mobil dan sebagainya) maupun yang bersifat non materil seperti norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan lain-lain.
Kebudayaan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Faktor Geografis : tempat tinggal suatu masyarakat seperti pendesaan, pegunungan, perkotaan dan sebagainya.
2. Faktor Keturunan : masyarakat keturunan adam dan hawa berkembang menjadi miliaran manusia dengan ciri khas yang berbeda
3. pengaruh dari dunia luar : perpindahan bangsa ke bangsa lain mengakibatkan budaya asli luntur dan bercampur.
b. Organisasi Sosial
Organisasi sosial memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia sebagai contoh sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumber nilai, kebiasaan dan kepercayaan dalam lingkup yang lebih besar Negara dapat dikatakan sebagai organisasi sosial dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya bersikap dan berperilaku.
D. Pengaruh Dakwah Islam Terhadap Individu dan Masyarakat.
Perhatian islam terhadap manusia sebagai individu terletak pada perhatiannya terhadap sisi spiritual dan material manusia atau aspek jasmani dan rohaninya. Dlaam islam, manusia secara individu dianjurkan untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas hidupnya, baik yang berkaitan dengan dunia yang ia jalani sekarang maupun akhirat yang ia jalani kelak.
Menurut al-Sayyid Sabiq, dakwah islam memberikan perhatian terhadap manusia sebagai individu dalam tiga hal, jasmani, akal, dan moral. Perhatian terhadap jasmani agar ia mempunyai raga yang kuat dan jauh dari penyakit. Berkaitan dengan akal, agar dapat berfikir sehat dan jernih dalam mengambil suatu tindakan dan keputusan sedangkan berkaitan dengan moral dengan ajakan untuk melatih hati agar mempunyai kecenderungan akan kebaikan dan menjauhkan keburukan.
Dalam hukum islam juga, dikenal konsep al-dharuniyat al-kams yang menggambarkan konsep masyarakat dimana sikap setiap individu harus dijamin hak-haknya seperti hak hidup, harta, akal, keyakinan dan keturunan pemerintah berkewajiban melindunginya.
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki Al-Qur’an adalah masyarakat yang adil, beretika dan dapat bertahan di muka bumi. Dakwah islam dalam hal ini mengajak setiap individu dan msayarakat untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, selamat sebagai Rahmat bagi Seluruh alam.
E. Da’i dan Kepribadiannya.
Juru dakwah (dai’) adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi sangat penting dalam berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Da’i professional yang mengkhususkan diri di bidang dakwah. Seyogianya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang kerbehasilan dakwah baik yang bersifat Rohani atau yang bersifat fisik.
Sosok da’i yang memiliki kepribadian tinggi dan tak pernah kering adalah pribadi Rasulullah SAW serta kesaksian sahabat yang selalu mendampinginya. Diisyaratkan dalam surat Al-Ahzab ayat 21.
Artinya :
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kamu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Akhir dan dia banyak menyebut Allah.
1. Kepribadian yang bersifat Rohani
Pada dasarnya dakwah tidak hanya bersifat teori Tetapi juga memberi teladan bagi umat yang diseur. Keteladan jauh lebih besar pengaruhnya dari kata-kata. Klasifikasi kepribadian da’i yang bersifat Psiches (rohaniah) mencakup sifat, sikap dan kemampuan dari pribadi da’i yang harus dimiliki.
a. Sifat-sifat da’i
1) Beriman dan bertaqwa kepada Allah
2) Ahli tobat
3) Ahli ibadah
4) Amanah dan shiddiq
5) Pandai bersyukur
6) Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
7) Ramah dan penuh pengertian
8) Tawaddu (rendah hati)
9) Sederhana dan jujur
10) Tidak memiliki sifat egois
11) Sabar dan tawakkal
12) Memiliki jiwa toleran
13) Sifat terbuka (demokratis)
14) Tidak memiliki penyakit hati.
b. Sikap Seorang da’i
1) Berakhlak mulia
2) Ing nganso sung tuladho, ing madya mangun karso, tut wuri hadayani
3) Disiplin dan bijaksana
4) Wara’ dan berwibawa
5) Berpandangan luas
6) Berpengalaman yang cukup
2. Kepribadian yang Bersifat Jasmani
a. Sehat Jasmani
Seorang da’i yang professional berdakwah dengan Jumlah sasaran yang banyak maka sehat jasmani mutlak diperlukan. Kondisi badan yang tidak memungkinkan sedikit banyak dapat mengurangi kegairahan da’i dalam melakukan aktivitas dakwah.
b. Berpakaian Sopan dan Rapi
Bagi seorang da’i masalah pakaian yang digunakan harus mendapat perhatian serius, sebab pakaian yang digunakan menunjukkan kepribadiannya. Yaitu pakaian yang sesuai dengan tempat, suasana dan keadaan tubuh.
INTERAKSI PSIKOLOGIS DA’I DAN MAD’U
A. Motifasi Tingkah Laku
1. Pengertian dan Teori-Teori Motivasi
HM. Arifin mengatakan bahwa, secara fundamental motivasi bersifat dinamis yang melukiskan ciri-ciri tingkah laku manusia yang terarah pada suatu tujuan. Dengan motivasi seseorang dapat melipat gandakan usahanya untuk mengetahui rintangan dan mencapai tujuan tersebut.
Para psikolog memberikan pengertan dan teori-teori sebagai berikut:
a. Sigmund Freud : berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting (naluri) semua perilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri:
1. Energi naluri kehidupan adalah libido yang berkisar pada kegiatan seksual
2. Naluri kematian terbentuk dari dalam diri bentuk bunuh diri, merusak diri sendiri atau orang lain (agresi)
b. Abraham Moslow
Tokoh psikologis ini berpendapat bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk Seluruh spesies, tidak berubah dan ebrasal dari sumber genesis atau naluriah.
c. K.S. Lashley
Dalam eksperimennya bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan saraf sentral ke arah rangsangan dari dalam dan dari luar yang variasinya sangat komplek termasuk perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.
d. Fillmore H. Sanford
Melihat asal kata motivasi, yaitu yang berarti gerakan karenanya ia mengatakan motivasi sebagai kondisi yang menggerakkan suatu organisme yang mengarah kepada tujuan
2. Klasifikasi Motif
Ahli psikolog menggolongkan motif sebagai berikut:
a. Santain
Santain membagi motif menjadi 2 bagian yaitu : physiological drive dan sosial motives. Physiological ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis dengan dorongan ini seseorang menjadi tenang seperti rasa lapar, haus, lelah dan sebagainya. Sedangkan sosial motives adalah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis dan dorongan ingin selalu berbuat baik (etika).
b. Wood Worth
Wood worth mengklasifikasikan motif menjadi un-learned motives dan learned motives. Unlearned motives adalah motiv yang timbul di sebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan tubuh, seperti rasa lapar, haus, sakit. Sedangkan learned motives dapat berupa perasaan suka dan tidak suka. Aspek ini meliputi motif-motif untuk mendekatkan diri dan menjauhkan diri dari sesuatu.
3. Motiv dalam Al-Qur’an
Isyarat tentang adanya tingkah laku manusia (motif) dalam sistem nas dipaparkan Al-Qur’an dalam surat Yusuf ayat 53:
Artinya :
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi Rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Isyarat di atas secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu di dalam sistem nafs yang menggerakkan tingkah laku manusia yang mengajak pada kejahatan.
a. Dorongan-dorongan fisiologis
1. Dorongan untuk menjaga diri
Dalam Al-Qur’an Surat An-Naba : 78:9-11 berbunyi
Artinya :
Dan kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dankami jadikan malam sebagai pakaian, dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan (Q.S. An-Naba : 78: 9-11)
2. Dorongan mempertahakan kelestarian hidup jenis
Dorongan yang dimaksud di atas adalah dorongan seksual dan dorongan keibuan.
a. Dorongan seksual : yaitu satu fungsi penting melahirkan keturunan demi kelangsungan hidup
b. Dorongan keibuan : Allah menciptakan dalma setiap diri wanita dengan alamiah yang membuat mereka siap untuk melaksanakan misi utamanya untuk melahirkan demi kelangsungan hidup jenis manusia.
b. Dorongan-dorongan Psikis
1) Dorongan untuk memiliki
Dorongan untuk memiliki adalah dorongan psikis yang dipelajari manusia dalma proses sosialisasi yang dijalaninya. Melalui kebudayaan di mana ia hidup, manusia belajar rasa cinta untuk memiliki harta benda dan berbagai hak milik tersebut menumbuhkan rasa aman dari kemiskinan.
2) Dorongan memusuhi
Dorongan memusuhi tampak dalam tingkah laku manusia yang memusuhi orang lain dengan tujuan untuk memusuhinya dengan bentuk fisik maupun dengan kata-katanya.
3) Dorongan berkompetisi
Kompetisi merupakan salah satu dari dorongan-dorongan psikis yang dipelajari seseorang melalui lingkungannya. Al-Qur’an sendiri memberikan dorongan kepada manusia untuk berkompetisi dalam melakukan kebaikan dan kebajika serta berpegang teguh pada nilai-nilai manusiawi yang luhur.
4) Dorongan Beragama
Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang mempunyai landasan alamiah dalam waktak kejadian manusia. Dalam relung jiwanya manusia merasakan adanya dorongan untuk mencari dan memikirkan Sang Penciptanya dan Pencipta alam semesta, dorongan untuk menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya setiap kali ia ditimpa malapetaka dan bencana. Namun godaan duniawi yang lebih mementingkan kebutuhan jasmani atau materi dapat membuat manusia lupa pada fitrahnya sebagai makhluk berTuhan bahkan lambat laun dapat terkikis sehingga manusia akan semakin jauh dari nilai-nilai spiritualitas keagamaan yang sebenarnya tersembunyi dalam relung bawah sadarnya.
4. Peranan Motivasi dalam Proses Dakwah
Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laku manusia. Motivasi mengarahkan tingkah laku individu kearah suatu tujuan, menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan individu tersebut. Tujuan motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah (mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Selanjutnya seorang da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah lku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian menopng tingkah laku mad’u dengan mencipatakan lingkungan yang dapat menguatkan dorongan-dorongan tersebut.
Penting bagi seorang da’i mengetaui motif-motif mendesak dari sasaran dakwahnya agar seorang da’i mampu menyesuaikan materi dakwah. Metode dakwah atau strategi dakwah yang tepat tujuan dakwah dapat tercapai.
B. Interaksi Sosial
Menurut Wood Worth yang dikutip oleh W.A. Gerungan. Pada dasarnya terdapat empat jenis hubungan antara individu dengan lingkungan yaitu:
1. Individu bertentangan dengan lingkungan
2. Individu menggunakan lingkungannya.
3. Individu berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya dan
4. Individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Hubungan manusia dengan manusia (interaksi sosial) berkisar pada usaha menyesuaikan diri baik bersikap autoplastis (mengubah diri sesuai dengan lingkungannya) maupun aloplastis (usaha seseorang untuk merubah lingkungannya) sesuai keadaan (keinginan), dimana individu yang satu menyesuaikan diri dengan individu yang lain.
1. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku orang lain. Interaksi sosial yang demikian merupakan prilaku timbale balik dimana masing-masing individu dalam proses itu mengharapkan dan menyesuaikan diri dengan tindakan yang dibutuhkan orang lain.
Faktor-faktor adanya interaksi sosial.
a. Faktor Imitasi
Imitasi memiliki nilai positif terutama dalam bidang pendidikan dan perkembangan individu, dimana imitasi dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi juga dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Sedngkan segi negatifnya, hal-hal yang salah ataupuns ecara moral ditolak selain itu, imitasi ini menimbulkan terhambatnya perkembangan berfikir kritis artinya adanya peranan imitasi dalam interaksi social dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berfikir kritis.
b. Factor Sugesti
Factor sugesti memegang peranan penting baik dalam pandangan politik, orang tua, pendidik, teman sebaya, yang ikut membantu dalam pembentukan norma kelompok dan prasangka-prasangka social. Sugesti dapat terjadi dengan mudah pada keadaan-keadaan tertentu:
1. Sugesti karena hambatan berfikir
2. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah
3. Sugesti karena otoritas
4. Sugesti karena manyoritas
5. Sugesti karena will to believe (membuat sadar karena adanya sikap-sikap dan pandangan orang lain.
c. Factor Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi Sigmund freud untuk menguraikan mengenai cara seorang anak belajar norma-norma social dari orangtuanya, yaitu kecenderungan bersifat sadar bagi seorang anak.
Proses identifikasi pertama-tama berlangsung secara tidak sadar keduanya secara irasional berdasarkan perasaan-perasaan dan kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional. Identifikasi dilakukan seseorang kepada oran glain yang dianggapnya ideal dalam satu segi untuk memperoleh sistem norma, sikap dan nilai yang dianggap ideal.
d. Faktor Simpati
Simpati dapat idartikan sebagai perasaan tertarik seseorang terhadap orang lain. Seperti halnya prosesi identifikasi timbulnya simpati merupakan proses sadar bagi diri mansuia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati terlihat dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih. Simpati hanya berkembang dalam suatu relasi kerjasama antara dua orang atau lebih yang menjamin terdapatnya saling pengertian antara individu-individu tersebut justru karena adanya simpati dapat diperoleh saling pengertian yang lebih mendalam.
2. Macam-Macam Interaksi
Menurut R.F. Bales dan Strodtbeek (1951) interaksi dikategorikan kepada 4 macam:
a. Tindakan integrative ekspresif, tingkah laku terpadu dan menyatakan dorongan kejiwaan seseorang seperti : menolong atau memberi pujian kepada orang lain
b. Tindakan menggerakkan kelompok kearah penyelesaian problem: memberi jawaban pendapat dan penjelasan
c. Tindakan mengajukan pertanyaan, permintaan orientasi, sugesti atau pendapat.
d. Tindakan integrative ekspresif yang bersifat negative termasuk kategori ini : pernyataan tidak setuju, ketegangan dan pertentangan dan pengunduran diri
3. Interaksi Sosial dalam Proses Dakwah
a. Pelaksanaan dakwah (da’i)
Da’i merupakan kunci yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dakwah, oelh karena itu factor ini ada syarat-syarat dan cirri-ciri jasmani dan Rohani yang sangat kompleks bagi pelaksana, penentu dan pengendali sasaran dakwah.
b. Objek Dakwah (mad’u)
Objek dakwah dari aspek psikologis memiliki variability yang luas dan rumit menyangkut pembawaan, lingkungan berbeda yang menuntut pendekatan berbeda pula
c. Lingkungan Dakwah
Lingkungan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan sasaran dakwah bagi individu atau kelompok manusia serta kebudayaan.
d. Media Dakwah
Media adalah factor yang menentukan kelancaran dakwah yang disebut defent variables artinya dalam penggunaannya atau efektivitasnya tergantung factor lain terutama orang yang menggunakannya. Namun kegunaannya bis polypragmatis (kemanfaatan berganda) atau monopragmatis (kemanfaatan tunggal) dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
e. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah adalah suatu factor yang menjadi pedoman arah proses yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten
Ketertarikan masyarakat terhadap da’i disebabkan beberapa factor antara lain:
1. Adanya pesona da’i misalnya sikap lemah lembut dan berbudi halus, memecahkan problem social dan memberi harga kepada masyarakat luas.
2. Masyarakat membutuhkan kehadiran da’i, suasana psikologis menunggu kehadiran seseorang yang didambakan mengisi kekosongan.
3. Hubungan batin : masyarakat merindukan seorang pimpinan spiritual kedekatan hubungan batin antara da’i dan mad’u.
C. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu factor yang penting bagi perkembangan hidup manusia sebagai makhluk social, tanpa komunikasi individu tidak dapat berkembang dengan normal dalam lingkungan sosialnya. Melalui komunikasi seseorang menemukan dirinya, mengembangkan konsep diri dan menetapkan hubungan dengan dunia sekitar. Semakin dewasa seseorang, semakin kompleks komunikasi yang dilakukan, dan karena itu bahasa adalah alat terpenting di samping alat-alat lain seperti tingkah laku, seni budaya dan lain-lain.
1. Pengertian Komunikasi dan Peranan Bahasa dalam Komunikasi
Mengenai definisi komunikasi, para ahli memberikan batasan yang berbeda-beda di latar belakangi oleh berbagai perspektif, seperti mekanis, sosiologis, dan psikologis
a. Raymond S. Ross mendefinisikan komunikasi sebagai proses transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan lambang secara kognitif sehingga membantu orang lain megneluarkan pengalamannya sendiri atau respon yang sama
b. Dance mendefinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal untuk bertindak sebagai stimulasi
c. Colin cherry mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan social dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan guna mencapai tujuan.
Komunikasi merupakan peristiwa social yang bertujuan untuk memberikan informasi, membentuk pengertian, menghibur, bahkan mempengaruhi orang lain.
Dalam hubungannya dengan hidup social manusia, bahasa mempunyai beberpaa fungsi social, yaitu komunikasi social, control social, dan kerja sama social. Dalam situasi social inilah mereka dipermudah dan ditentukan oleh bahasa mereka masing-masing.
H.Bonner dalam bukunya Social Psytelogyran inter disciplinary approach dikutip oleh H.M Arifin bahwa dalam studi psikologi social, bahwa merupakan hal penting karena:
1. Bahasa merupakan media dasar bagi interaksi social, tanpa bahasa kehidupan social manusia tidak akan timbul dan tanpa bahasa partisiasi social manusia tidak dapat dilangsungkan.
2. Bahasa adalah satu-satunya pembawa kebudayaan dair suatu generasi ke generasi berikutnya.
3. Bahasa memungkinkan suatu rangkaian pengertian mengenai definisi-definisi umum yang sama di antara manusia
4. bahasa memgang peranan penting dalam bentuk pertumbuhan anak dari sejak taraf hidup biologisnya sampai taraf hidup masyarakat.
5. tanpa bahasa dalam kehidupan sosialnya, manusia tidak dapat mewujudkan hubungan dengan manusia lain
2. Peranan Tanggapan Dalam Komunikasi
Prilaku manusia itu harus diinterprestasikan dalam pengertian interaksi social, peranan tanggapan serta pengalaman yang dihubungkan dengan kegiatan hubungan antar pribadi dengan anggota kelompok masyarakat. Jadi yang perlu diperhatikan dalam proses interaksi adalah factor komunikasi, penghargaan akan adanya respons dari orang lain. Bagaimana peranan tanggapan oleh dirinya sendiri maupun orang lain, serta symbol yang mendorongnya untuk melakukan respons, melalui factor terakhir inilah interaksi social dapat membentuk komunikasi social melalui bahasa
1) Pengertian
Yaitu penerimaan yagn cermat isi stimuli yang dimaksud oleh komunikator
2) Kesenangan
Ini disebut juga komunikasi fasis (phatic communication) untuk menimbulkan kesenangan, antar individu menjadi hangat, akrab dan menerangkan.
3) Pengaruh pada sikap
Komunikasi untuk mempengaruhi sikap komunikasi persuasive memerlukan pemahaman tentang factor-faktor dalam diri komunikator dan pesan yang dapat menimbulkan efek pada komunikasi.
4) Hubungan makin baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan social yang baik. William Schutz merincikan kebutuhan social ini kedalam tiga hal: indusion, control dan affection, yaitu asosiasi, pengendalian dan kekuasaan dan cinta kasih. Kebutuhan social ini dapat terpenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.
5) Tindakan
Tindakan merupakan hasil komunikatif Seluruh proses komunikasi bukan saja memerlukan pemahaman tentang Seluruh mekanisme psikologis Tetapi juga factor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
3. Komunikasi Dalam Proses Dakwah
Dalam interaksi antara da’i dan mad’u, da’i dapat menyampaikan pesan-pesan dakwah (materi dakwah) melalui alat atau sarana komunikasi yang ada. Komunikasi dalam proses dakwah tidak hanya ditujukan untuk memberikan pengertian, mempengaruhi sikap dan membina hubungan social yang baik.
Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapah-tahapan yaitu :
1. Penerimaan stimulus informasi
2. pengolahan informasi
3. penyimpanan informasi
4. menghasilkan kembali suatu informasi
Proses bagaimana mad’u menerima informasi, mengolahnya, menyimpan dan menghasilkan informasi dalam komunikasi psikologi disebut sistem komunikasi intra personal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi memori dan berfikir.
a. Sensasi
Sensasi adalah proses menangkap stimuli (rangsangan) fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan yang sangat penting.
b. Persepsi
Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Seperti jug ahalnya sensasi, persepsi di tentukan oleh factor personal dan situasional.
c. Memori
Salah satu kelebihan manusia dalam kemampuannya menyimpan informasi yang sangat banyak dalam waktu yang lama dan dapat mengingat kembali. Jiika computer mampu menyimpan data untuk suatu saat dapat dipanggil kembali. Maka kemampuan manusia menyimpan informasi sangat canggih dibandingkan computer.
Memori bekerja melalui tiga tahap:
1. Perekam informasi yang berasal dari persepsi dicatat melalui jaringan saraf
2. penyimpanan informasi dalam bentuk tertentu dalam waktu tertentu. Informasi berkembang terus, bias juga berkembang sendiri.
3. pemanggilan atau mengingat kembali apa yang telah disimpan baik sekadar terlintas atau memang senagaja di ingat-ingat karena infomrasi tersebut memang diperlukan.
d. Berfikir
Berfikir adalah suatu kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambing sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berfikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungand engan menggunakan lambing-lambang, sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.
Pola berfikir manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
1. Metode berifkir realistis
Berfikir realistis dibedakan menjadi dua :
a) Metode berfikir deduktif mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum
b) Metode berfikir induktif dimulai dari pernyataan khusus untuk kemudian mengambil simpulan umum atau kesimpulan umum dari pernyataan khusus.
2. Berfikir Kreatif
Metode berfikir kreatif digunakan dengan maksud agar memperoleh rumusan atau kesimpulan yangbenar atau keputusan yang tepat, pemecahan masalah yang tepat atau penemuan yang valid.
Proses berfikir kreatif menurut pada psikolog melalui lima tahapan:
a) Orientasi : yakni merumuskan dan mengidentifikasikan masalah
b) Preparasi : yakni mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
c) Inkubasi : yakni berhenti dulu ketika menghadapkan kesulitan mencari jalan pemecahan.
d) Iluminasi, yakni mencari ilham
e) Verifikasi, yaitu menguji dan menilai secara kritis pemecahan masalah yang dipikirkan.
Cirri-ciri orang kreatif menurut Colemen antara lain:
a. Memiliki kecerdasan rata-rata
b. Memiliki sifat terbuka
c. Memiliki sikap bebas, otonom dan percaya diri
3. Berfikir Dan Bertafakur (merenung)
Nabi mengingatkan bahwa berfikir tentang sesuau yang berada diluar kpaasitas akal dapat mengakibatkan bencana. Namun demikian berarti Al-Qur’an sering mengur manusia karena kurang menggunakan fikiranyaan sedangkan ornag yang suka merenung secara mendalam tentang fenomena alam sebagai ciptaan Allah (zikir dan berfikir) oleh Al-Qur’an diberi gelar sebagai Ulul al-Bab.
D. Leadership (Kepemimpinan)
Leadership (kepemimpinan) adalah suatu corak kemampuan manusia yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Kepemimpinan diperkirakan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diperoleh melalui pendidikan
Dua corak pendapat diatas ada juga yang menggabungkan dua anggapan tersebut kepemimpinan di peroleh melalui bakat. Pendidikan da’i latihan.
1. Pengertian Leadership
Berdasarkan pendekatan-pendekatan yang dilakukan para ahli umumnya memberi pengertian leadership adalah sebagai berikut:
a. George R. Terry memberikan kepemimpinan sebagai hubungan individu dan suatu kelompok dengan maksud menyelesaikan beberapa tujuan:
b. Odway Tead kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang yang bekerjasama menuju kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.
c. John Ptiffner menganggap kepemimpinan adalah suatu seni dalam mengkoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendakinya.
Dalam kepemimpinan terdapat tiga unsur
a. unsur manusia sebagai pemimpin atau sebagai yang dipimpin
b. unsur sarana semacam prinsip dan tehnik kepemimpinan yang dipakai termasuk pengetahuan yang dimiliki
c. unsur tujuan merupakan sasaran Akhir ke arah mana kelompok manusia akan digerakkan.
2. Ciri-Ciri Pemimpin (Leader)
Pemimpin harus mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinya dapat merealisasikan tujuan kelompok dalam kerja sama yang produktif.
Pemimpin harus mengintegrasikan pandangan anggota kelompok dan memberikan pandangan dasar kelompok yang menyeluruh mengenai situasi dalam kelompok dan luar kelompok. Pemimpin harus dapat mengawasi tingkah laku anggota kelompok berdasarkan patokan-patokan yang telah dirumuskan bersama pemimpin jug aharus mengenal dengan baik sifat pribadi para pengikutnya demi kesuksesan bersama.
Floyd Ruch merumuskan tugas-tugas seorang pemimpin sebagai berikut:
a. Strukturing the situation
Tugas seorang pemimpin adalah memberikan struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapkan oleh kelompoknya. Pemimpin harus membedakan yang terpenting dan mana yang kurang penting serta memusatkan perhatian pada tujuan yang dicapai oleh agnggota kelompoknya.
b. Controlling group behavior
Tugas kedua dari seorang pemimpin adalah : mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok, mengawasi tingkah laku individual yang tidak selaras dan menyeleweng. Berjaga-jaga agar peraturan kelompok jangan disalahgunakan oleh individu dan berjaga-jaga agar individu jangan disalahgunakan kelompok.
c. Spokesman of the group
Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya. Dalam hal ini seseorang pemimpin harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok ke dunia luarnya baik mengenai sikap, pengharapan, tujuan, dan kekhawatiran-kekhawatiran kelompok.
Kaum dinamika kelompok berpendapat, bahwa ciri-ciri yang harus dimiliki pemimpin secara umum :
a) Persepsi sosial
Persepsi sosial diperlukan untuk melaksanakan tugas pemimpin sebagai penyambung lidah anggota kelompoknya.
b) Kemampuan berfikir abstrak
Dalam hal ini diperlukan ketajaman penglihatan dan kemampuan analistis yang didampingi oleh kemampuan mengabstraki dan mengintegrasikan fakta-fakta interaksi sosial di dalam maupun luar kelompok.
c) Kestabilan emosi
Kematangan emosi diperlukan untuk dapat merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok secara nyata dan untuk melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang lain secara wajar.
Selain melakukan pendekatan sifat dan ciri kepribadian, para ahli juga mengadakan penelitian melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
1) Pendekatan dari sudut pembawaan
2) Pendekatan berdasarkan pada keadaan
3) Pendekatan berdasarkan peranan fungsional
4) Pendekatan berdasarkan gaya kepemimpinan
3. Kepemimpinan dalam dakwah
Kepemimpinan dalam Islam bukan hanya merupakan suatu kedudukan yang harus dibanggakan tetapi merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap orang, paling tidak untuk dirinya sendiri dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Allah.
Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan.
Seorang da’i yang di dalam masyarakatnya memiliki kedudukan sebagai pemimpin perlu memperhatikan tipe-tipe kepemimpinan (gaya pemimpin) dan ciri-ciri pemimpin agar dapat diterapkan dalam proses dakwah. Selain itu, misi dakwah akan dapat berhasil dengan efektif bilamana da’i dapat bekerja sama dengan berbagai pola kepemimpinan yang ada dalam masyarakat baik formal, struktural dalam pemerintahan maupun informal kultural.
INTERAKSI TAUHIDIYAT
Secara fitrah manusia memiliki kecenderungan tauhidiyat/pengakuan terhadap eksistensi Tuhan yang Esa. Yang terungkap dari adanya perjanjian antara manusa dengan Tuhan oleh Nurcholis Madjid disebut sebagai perjanjian Pri-Mordial antara manusia dengan Tuhan.
Keimanan kepada Allah (Tauhidiyah) harus dibarengi dan diikuti dengan ketakwaan kepadanya. Takwa berarti menjaga diri dari amanah dan azab Allah dengan mematuhi aturan yang telah digariskan Al Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah SAW, dengan kata lain melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
A. Interaksi Tauhidiyat da’i dengan Mad’u
Mengesakan Allah (Tauhid) dan menolah penyekutuan (syirik) terhadap-Nya merupakan doktrin terpenting yang mendominasi pemahaman dan ajaran samawi.
1. Tauhid Rububiyyat
Istilah Rububiyyat berasal dari kata “Rabb” yang berarti “memihara”, mengelola, memperbaiki, mengumpulkan, dan pemimpin. Secara istilah, tauhid Rububiyyat adalah, menyakini bahwa Allah adalah sang pencipta, sang pengatur, sang pemberi rezeki, dan sang pengelola (mudabbir) bagi alam semesta.
2. Tauhid dalam Penciptaan (Khaliqiyat)
Yang dimaksud dengan tauhid dalam penciptaan ialah tidak adanya pencipta (Khaliq) yang sebenarnya dalam wujud alam semesta ini selain Allah. Tidak ada pelaku yang bertindak sendiri dan merdeka sepenuhnya selain Allah.
3. Tauhid Uluhiyat
Tauhid Uluhiyat adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya yang disembah (al-ma’bud) dan tiada Tuhan selain Allah yang patut disembah. Seseorang tidak dapat disebut sebagai muslim sebelum ia mengakui adanya pokok ajaran Islam.
4. Tauhid Zat dan Sifat
Yang dimaksud dengan tauhid zat dan sifat ialah bahwa Allah adalah Esa, tak ada yang menyamainya dan tidak ada padanan baginya.
B. Interaksi Taudiyah, Halangan dan Rintangan
Da’i dan mad’u adalah dua faktor terpenting dalam proses dakwah, di samping faktor-faktor pendukung yang lain tanpa adanya salah satu dari dua unsur tersebut dakwah tidak akan dapat terlaksana.
Interaksi tauhidiyat, sebagai suatu upaya untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai ketauhidan kepada mad’u sesungguhnya merupakan misi dakwah para rasul yang berdiri atas sendi-sendi ketauhidan yaitu menyerahkan sepenuhnya hanya kepada Allah.
Seorang da’i harus memahami bahwa risiko terbesar yang akan dihadapi adalah ketika ingin menanamkan nilai-nilai ketauhidan yang menjadi pondasi ajaran Islam pada masyarakat jahiliyah (musyrik).
C. Keteladanan (Uswat) Dalam Proses Dakwah
Masyarakat sebagai kumpulan individu pasti akan terkena pengaruh dari keteladanan dari taklid, baik pengaruh negatif maupun pengaruh positif karena itu, Islam sangat menaruh perhatian terhadap pemeliharaan masyarakat yaitu dengan Amr ma’ruf dan nahi mungkar. Islam menganjurkan meneladani rasulullah dan para Ahlul Khair (orang-orang yang baik), ahli kebenaran, dan mereka yang berakidah lurus. Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21,
Artinya :
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
D. Pendapat Dan Sikap Da’i Terhadap Mad’u
Seorang da’i harus melandaskan segala usahanya dalam mengajak seseorang kepada kebenaran dengan keikhlasan, dalam arti apa yang dilakukan hanya semata-mata karena Allah SWT. Seorang da’i akan berhadapan dengan mad’u yang memiliki keunikan, karakter, dan kepribadian masing-masing yang dipengaruhi oleh faktor psikologis ataupun sosio struktural, sehingga da’i harus mempersiapkan segala sarana dan prasarana sematang-matangnya.
Berikut klasifikasi mad’u berdasarkan sikap mereka terhadap ajakan da’i yaitu mukmin, kafir, dan munafiq.
1. Mukmin (orang-orang yang beriman)
Orang mukmin adalah orang yang percaya akan eksistensi Allah. Menurut Usman Najati, dalam Al Qur’an banyak menguraikan sifat-sifat orang beriman yaitu :
1) Berkenan dengan akidah (QS. An Nisa : 136)
2) Berkenan dengan ibadah (QS. Al Baqarah : 277)
3) Berkenan dengan hubungan sosial (QS. Ali Imran : 114)
4) Berkenaan dengan hubungan-hubungan kekeluargaan
5) Sifat-sifat moral, sabar, lapang dada, adil dan sebagainya
6) Sifat-sifat emosional, cinta Allah dan takut azab Allah
7) Sifat-sifat intelektual dan kognitif (QS. Ali Imran : 191)
8) Sifat-sifat yang berkenan dengan kehidupan praktis dan profesional
9) Sifat-sifat fisik, kuat, sehat, bersih, dan suci dari najis.
2. Kafir
Pengertian kufur sesuai Al Qur’an adalah :
1) Kafur, diartikan sebagai mata air di surga yang airnya putih, baunya sedap, serta enak rasanya.
2) Kuffar bentuk jamak dari kafir
3) Kaffarat berarti penebus dosa atas kesalahan tertentu
4) Kaffara berarti menutupi, menghapuskan atau menghilangkan
Sedangkan menurut para ulama, diberi predikat kafir apabila mendustakan kerasulan Muhammad dan ajaran-ajaran yang dibawanya.
Dalam menghadapi golongan ini, seorang da’i dituntut memiliki sikap sabar dan tidak putus asa untuk menyeru mereka. Da’i harus mengajak mereka untuk beriman hanya kepada Allah dan mengakui atas kenabian Muhammad.
3. Munafik
Orang munafik adalah orang yang berpura-pura (lain di mulut lain di hati) orang yang menyatakan iman dengan lidahnya dan kekufuran dihatinya. Orang munafik merupakan kelompok manusia yang lemah, peragu, tidak ada ketegasan dalam keimanan.
Cara menghadapi orang munafik adalah dengan menjadikan orang munafik sebagai pelindung, dan pemimpin, bersikap tegas dan memerangi mereka. Waspada dan tidak mudah tergoda dengan ajakan mereka, orang munafik suka memperolok-olok orang yang mendapat petunjuk Allah.
E. Problematika dakwah, sebuah refleksi
Al Qur’an memiliki ciri dan sistem tersendiri dalam memaparkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya.
a. Tidak sukar, gampang namun padat dan mantap baik teori maupun implementasinya.
b. Tidak banyak memberikan perintah atau larangan, karena manusia makhluk rasional hanya memerlukan petunjuk pokok yang paling sulit baginya untuk menemukannya.
c. Cara penerapan syariat sebagai pedoman hidup manusia selalu gradasi kemampuan manusia sendiri, tidak memberatkan.
DAFTAR RUJUKAN
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar. Bandung : PT. Eresco, 1988.
Al-Sayyid sabiq. Da’wah al-islam (Kairo. Matba’at al-madani tt.)
Ali liliweri, Komunikasi Antar-Pribadi. Bandung : Mizan, 1996.
Arifin, M.Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia. Jakarta : Bulan Bintang,1976
Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Eresco, 1988.
Habib, Syafaat. Buku Pedoman Dakwah, Jakarta : Penerbit Widjaya, 1982.
Mubarok, A. Psikologi dakwah. Jakarta : Pustaka Firdaus, 1999
Mustafa, A. ya’kub. Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: pustaka Firdaus, 1997)
Mustafa Mansur, Fiqhud Dakwah. Jakarta :Al I’tishom, 2000.
Madjid, N. Pintu-Pintu Menuju Tuhan. Jakarta : Penerbit Paramadina, 1999.
Najati, Usman. Al Quran dan Ilmu Jiwa. Bandung : Penerbit PT. Pustaka, 1985.
Rahmat, J. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1985.
Shihab, Quraisy. Membumikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan, 1996.
Sayyid Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Al-Din Al Hadis (Kairo, Maktabat Dar Al Arubat, 1959)
Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA
(Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
PSIKOLOGI DAKWAH
MENGAJAK SECARA PERSUASIF
Pendahuluan
Dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan Islam kepada manusia. Secara lebih operasional, dakwah adalah mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan yang defenitif yang rumusannya bisa diambil dari Al Qur’an dan Hadits atau dirumuskan oleh da’i sesuai dengan ruang lingkup dakwahnya.
Sebagai peristiwa komunikasi, aktivitas dakwah dapat menimbulkan berbagai peristiwa di tengah masyarakat yang harmoni, menegangkan dan kontroversial, bisa juga melahirkan berbagai pemikiran baik yang moderat maupun yang ekstrim, yang sederhana maupun yang rumit, yang parsial maupun yang komprehensif.
Manusia sebagai objek dakwah (mad’u) individu maupun kelompok memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Begitu juga da’i ada yang berfikiran sempit dan ada yang luas, da’i tak cukup menguasai materi dakwah tetapi harus memahami karakteristik mad’u.
Dakwah Islam Dan Prinsipnya
Islam itu agama dakwah yakni agama yang harus didakwahkan kepada manusia tidak ada yang membantah. Seperti pidato Nabi Muhammad SAW dalam da’wahnya pada haji wada’ “Faliyulballigh as Syahidu Minkum al-Ghaiba” susunan kata (uslub) dalam ayat-ayat Al Qur’an juga secara gamblang menjelaskan kewajiban da’wah bagi umatnya.
Dakwah juga harus disampaikan secara persuasif, yakni dengan menggunakan cara berfikir dan cara merasa masyarakat yang didakwahi, sehingga mereka menerima dan mematuhi seruan da’i tetapi merasa sedang mengikuti kehendak sendiri. Kepada orang kafir atau orang munafiq jelas-jelas menolak seruan Islam, sehingga Al Qur’an mengajarkan agar dakwah kepada mereka dengan kalimat yang keras dan membekas dalam jiwanya (qaulan baligha, QS. 4 : 63, QS. 9 : 73). Sedangkan untuk masyarakat awam Al Qur’an menganjurkan berdakwah dengan perkataan ringan (qaulan maisura, QS. 17 : 28) perkataan yang mudah diterima dan pantas.
Adapun kepada penguasa tiran seperti Fir’aun, Al Qur’an mengajarkan agar dalam berdakwah kepada mereka dengan perkataan yang lemah lembut (qaulan layyina, QS. 20 : 43 – 44) karena perkataan yang keras akan berakibat putusnya komunikasi dan da’i tidak memiliki peluang berdakwah. Kepada orang tua atau yang dituakan hendaknya berdakwah dengan perkataan yang mulia (qaulan karima, QS. 7 : 73) perkataan penuh kebajikan tidak retorik dan tidak pula menggurui, karena orang tua bisaanya cepat tersinggung oleh perkataan menggurui. Secara umum dakwah kepada siapapun haruslah dengan perkataan yang benar (qaulan sadida, QS. 33 : 69 – 70) yakni mengenai sasaran, benar, substansi dan benar bahasanya.
Prinsip-Prinsip Dakwah
Dakwah adalah usaha meyakinkan kebenaran kepada orang lain. Pesan yang disampaikan harus berupa informasi yang memudahkan seseorang mengerti maknanya dan seruannya masuk ke dalam jiwa pendengarnya. Masyarakat da’wah khususnya para da’i harus mematuhi prinsip-prinsip dakwah sebagai berikut.
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri (Ibda’ binafsik) menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat “Qu anfusakum wa ahlikum nara” (QS. 66 : 6).
2. Secara mental, da’i harus siap menjadi pewaris para nabi, yakni mewarisi perjuangan yang berisiko “Al-Ulama waratsatul ambiya’, nabi juga mengalami kesulitan meski dilengkapi dengan mukjizat.
3. Da’i harus menyadari bahwa masyarakat mebutuhkan waktu untuk dapat memahami pesan dakwah oleh karena tiu da’wah ada tahap-tahap sebagaimana nabi melalui tahapan periode Mekkah dan periode Madinah.
4. Da’i harus menyelami alam pikiran masyarakat, sehingga kebenaran yang disampaikan menggunakan logika masyarakat seperti pesan rasul “Khatib an nas ‘ala qadri ‘uqulihim”.
5. Dalam menghadapi kesulitan, Da’i harus bersabar, karena sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap pembawa kebenaran pasti akan dilawan oleh orang-orang yang ingkar.
6. Citra positif dakwah akan sangat melancarkan komunikasi dakwah. Dalam hal ini citra buruk akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi kontraproduktif, tetapi citra positif meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah.
7. Da’i harus memperhatikan tertib urutan pusat perhatian da’wah yaitu prioritas sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal ya’ni al-khair (kebajikan), yad’una ila al khair, baru keapda Amr ma’ruf dan nahi munkar (QS. 3 : 104).
Hakikat Dakwah
Hakikat dakwah bisa dilihat dari makna yang dipersepsi oleh masyarakat yang menerima dakwah.
1. Dakwah sebagai tabligh. Tabligh artinya menyampaikan dan orangnya disebut mubalig. Wujudnya mubalig menyampaikan materi dakwah (ceramah) kepada masyarakat.
2. Dakwah sebagai ajakan. Orang tertarik kepada ajakan jika tujuannya menarik maka da’i mempunyai tujuan secara makro dan mikro yang cukup jelas. Tujuan makro mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, sedang tujuan jangka pendek yang mudah terjangkau dan yang menarik hati masyarakatnya.
3. Dakwah sebagai pekerjaan menanam
Nilai-nilai yang ditanam di dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, kasih sayang, rendah hati, disiplin, dan nilai akhlak mulia lainnya. Guru di sekolah (dan lembaga pendidikannya) adalah da’i yang berdakwah berupa menanam karena pengajar adalah mentransfer pola tingkah laku atau budaya.
4. Dakwah berupa pekerjaan membangun
Sebagaimana dicontohkan dalam sejarah, dakwah juga bisa dimaksud untuk membangun tata dunia Islam (daulah islamiyah) lebih kecil lagi membangun negara Islam (nasional) dan lebih kecil lagi membangun masyarakat islami dan lebih kecil lagi membangun komunitas Islam.
Ciri-Ciri Dakwah Yang Efektif
Dakwah harus dirumuskan secara defenitif, terutama tujuan mikronya. Dari sudut psikologi dakwah, ada lima ciri dakwah yang efektif :
1) Jika dakwah dapat memberikan pengertian kepada masyarakat (mad’u) tentang apa yang didakwahkan.
2) Jika masyarakat (mad’u) merasa terhibur oleh dakwah yang diterima.
3) Jika dakwah berhasil meningkatkan hubungan baik antara da’i dan masyarakatnya.
4) Jika dakwah dapat mengubah sikap masyarakat mad’u.
5) Jika dakwah berhasil memancing respons masyarakat berupa tindakan.
Nah, seorang da’i di dalam mengajak atau mendorong mad’u harus mampu merumuskan tujuan yang menarik hati mad’u. mad’u dipengaruhi oleh persepsi (perhatian) oleh konsep fungsional dan konsep struktural.
BAB I
PENGERTIAN PSIKOLOGI DAKWAH
A. Pengertian Psikologi
Dalam lapangan ilmu pengetahuan, psikologi merupakan salah satu pengetahuan yang tergolong dalam “Empirikal Science” yaitu ilmu pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman manusia. Walaupun pada perkembangannya bersumber pada filsafat yang bersifat spekulatif.
Psikologi menurut bahasa berasal dari kata Yunani yang terdiri dari dua kata, Psyche dan Logos. Psyche berarti jiwa dan Logos berarti ilmu, jadi psikologi secara bahasa dapat berarti “Ilmu Jiwa”. Namun pengertian ilmu jiwa itu sendiri masih kabur dan belum jelas. Hal ini disebabkan karena para sarjana belum mempunyai kesepakatan tentang jiwa itu sendiri.
B. Pengertian Dakwah
Dakwah secara bahasa mempunyai makna bermacam-macam :
1. ( ) memanggil atau menyeru (QS. Yunus : 25)
2. Menegaskan atau membela, baik terhadap yang benar ataupun yang salah, yang positif ataupun negatif.
3. Suatu usaha berupa perkataan ataupun perbuatan untuk menarik seseorang kepada suatu agama tertentu.
4. Doa (permohonan).
5. Meminta dan mengajak seperti ungkapan “da’a bi as-sya’i” artinya meminta dihidangkan atau didatangkan makanan atau minuman.
Beberapa ulama berpendapat bahwa dakwah adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan dan mengajarkan serta mempraktikkan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari.
C. Pengertian Psikologi Dakwah
Psikologi dakwah dapat didefenisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah.
Psikologi dakwah dapat juga diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajaran-ajaran Islam demi kesejahteraan hidup manusia dunia dan akhirat.
D. Objek Pembahasan Psikologi Dakwah
Mengenai fakta-fakta yang diselidiki atau dipelajari suatu ilmu merupakan “Objek Material” dan “Objek Formal” masing-masing yang dimiliki.
Objek material psikologi dakwah adalah manusia sebagai objek psikologi dan sebagai sasaran dakwah. Sedangkan objek formal ditunjukan oleh rumusan atau defenisi psikologi dakwah itu sendiri. Sebagai objek psikologi dakwah manusia memiliki sikap, tingkah laku dan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh hereditas (pewarisan) dan lingkungan. Karena itu untuk mencapai tujuan dakwah secara maksimal harus dibarengi pendekatan-pendekatan psikologi yang bersifat fleksibel.
E. Sejarah Perkembangan Psikologi dan Dakwah
1. Sejarah Perkembangan Psikologi
Sejak permulaan abad XX psikologi makin berkembang ke arah pengkhususan studi tentang aspek-aspek kehidupan jiwa manusia yang masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan satu dengan yang lainnya, pengkhususan tersebut dapat dikemukakan dalam beberapa aliran sebagai berikut :
a. Psikoanalisis
Aliran yang mempelajari tentang proses hidup kejiwaan manusia dari aspek bawah sadar manusia. Lapisan bahwa sadar inilah dipandang penting dalam proses kehidupan manusia baik sosial maupun individual.
b. Psikologi individual (ilmu jiwa pribadi)
Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi pribadi yang mencakup sikap, sifat, watak, dan tempromen manusia.
c. Psikoanalitis
Suatu ilmu yang mempelajari kehidupan jiwa manusia dari segi kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran yang cenderung ke arah luar disebut ekstravensi. Ketidak sadaran cenderung kedalam disebut introvensi. Kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan karena berbentuk sejak lahir.
2. Sejarah Perkembangan Dakwah
Sejarah dakwah dapat dibagi menjadi empat periode. Periode pertama tentang dakwah para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Kedua masa nabi dan Khulafa Al Rasyidin, ketiga masa kekuasaan dinasti Umayyah, keempat masa modern.
a. Periode sebelum Nabi Muhammad
Pada periode pertama, semenjak Nabi Nuh hingga Nabi Isa, para ahli sejarah Islam sepakat bahwa mereka merupakan para da’i utusan Allah yang mengajak kepada ketauhidan (Pengesaan Allah) serta memerangi musyrik, menyuruh kepada ketaatan dan mencegah maksiat.
Dakwah para Nabi pada peridode ini lebih bersifat lokal, hanya untuk kaum tertentu sesuai kebutuhan dan kecenderungan masing-masing kaum. Mereka menyakinkan risalah dan kerasulannya dengan menampakkan sikap jujur karena setiap nabi dan rasul memiliki sifat itu.
b. Periode Nabi Muhammad dan Khulafa Al Rasyidin
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, dakwah diteruskan oleh Abu Bakar yang menjabat selama dua tahun tiga bulan delapan hari, kemudian Umar bin Khattab selama sepuluh tahun enam setengah bulan. Kemudian dilanjutkan oleh Usman bin Affan menjabat selama dua belas tahun, dilanjutkan oleh Ali selama lima tahun.
Pada masa itu, aktivitas dakwah secara intern dilaksanakan dengan khotbah dan diskusi-diskusi keagamaan baik antara sahabat maupun mereka yag baru memeluk Islam (muallaf) banyak perlawanan yang dilakukan dan penaklukan wilayah namun secara umum, dakwah pada masa ini semakin bergairah dan semakin meluas.
c. Periode Umayyah, Abasyiah, dan Utsmani
Pada periode ini dakwah Islam semakin meluas dengan semakin banyaknya daerah yang ditaklukkan. Para ulama ahli Fiqh, Tafsir, dan Hadits dikirim ke daerah-daerah untuk menyebar dan menjelaskan agama Islam. Demikian juga dibangun perpustakaan dan pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti Mesir, Baghdad, dan Iran. Ilmu filsafat, teologi, hukum Islam dan mistik berkembang secara pesat.
d. Periode Zaman Modern
Secara garis besar, proses dakwah pada periode ini baik barupa penyampaian (tabligh) dan penyebaran Islam tetap berjalan walaupun banyak tantangan dan rintangan apalagi setelah runtuhnya Dinasti Utsmani yang merupakan simbol kekuatan dikuasai imperialis (penjajah). Dakwah pada masa itu dengan bentuk bermacam-macam secara personal, secara kelompok berupa institusi formal dan nonformal dalam bentuk pergerakan politik dengan metode, sarana prasarana yang berbeda-beda.
F. Pemikiran ke Arah Psikologi Islam
Perbincangan tentang Nafs (jiwa) ini dimungkinkan karena Islam sendiri sudah memiliki konsep sendiri tentang manusia dan unsurnya, wajar jika pemikir muslim berbicara tentang manusia dan jiwanya. Menurut Malik M. Badri, ada tiga fase perkembangan sikap psikolog muslim terhadap psikologi modern yang berasal dari barat yaitu fase infantuasi, rekonsiliasi,dan emansipasi.
Fase pertama sarjana Muslim tergila-gila dan memikat pada teori psikologi mereka mengikuti sepenuhnya. Fase kedua psikologi dengan apa yang ada dalam Al Qur’an. Mereka beranggapan ada pertentangan dan yang ke tiga mereka bersifat kritis terhadap pandangan-pandangan psikologi yang mengalihkan perhatiannya pada Al Qur’an.
M. Badri jgua mengecam pada wawasan mengenai manusia dianggap makhluk hedonis dan corak reduksionistis yang menganggap perilaku manusia sangat unik dan majemuk (termasuk penghayatan dan perilaku etis religius) pada dasarnya bersumber dari pengalaman menerima faktor-faktor penguat berupa ganjaran dan hukuman.
G. Pemikiran Ke Arah Psikologi Dakwah
Pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan bagian dari psikologi islam, karena landasan yang digunakan sama keduanya. Yaitu Al-Qur’an dan hadist. Ilmu ini dirasakan perlu dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan dakwah dan memaksimalkan hasil dari kegiatan dakwah.
Di Indonesia, ilmu ini dirintis oleh H.M Arifin Tahun 1990. menurut beliau, pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan landasan dimana metodologi dakwah seharusnya dikembangkan.
Ada beberapa literature yang diterbitkan di Indonesia menyangkut psikologi dakwah antara lain H.M Arifin dengan judul psikologi dakwah dan Achmad Mubarok dengan judul yang sama. Mereka menjadikannya menjadi sbuah disiplin ilmu yang mapan masih membutuhkan kerja keras mengingat masih jarangnya pemikir-pemikir yang bergelut di bidang ini. Dan sebagai disiplin ilmu psikologi dakwah jug ahaus membangun teori detail tentang manusia, metodologi dan penelitian psikologi dakwah, serta aplikasi ilmu.
H. Hubungan Psikologi dakwah dengan ilmu lain.
1. Hubungan Ilmu Dakwah Dengan Psikologi
Silam adalah agama dakwah, agama menyebar luaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengetian dan kesadaran agar umat islam mampu menjalani hidup sesuai dengan perintah. Dengan demikian, setiap muslm berkewajiban untuk berdakwah.
Dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da’i dihadapkan pada kenyataan bahwa individu-individu yang akan di dakwah memiliki keberagaman dalam berbagai hal seperti fikiran (ide-ide), pengalaman kepribadian dan lain-lain. Dengan kata lain seorang da’i di tuntut menguasai studi Psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan manusia sebagai individu maupun anggota masyarakat, baik pada fase perkembangan manusia anak, remaja, dewasa dan manula.
2. Hubungan Psikologi Dakwah Dengan Ilmu Komunikasi.
Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi, dimana da’i mengkomunikasikan pesan kepada mad’u perorangan atau kelompok secara teknis dakwah adalah komnukasi antara da’i (komunikator dan mad’u (komunikan) hukum dalam komunikasi berliku juga dalam dakwah, hambatan komunikasi berarti hambatan dakwah.
Perbedaan dakwah dengan komunikasi terletak pada muatan pesannya, pada komunikasi sifatnya netral sedang pada dakwah terkandung nilai keteladanan dan kebenaran.
3. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Agama
Psikologi agama meneliti sejauh mana pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang (berfikir, bersikap, dan bereaksi) karena tingkah laku tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan. Jika psikologi berusaha menguak apa yang melatarbelakangi tingkah laku manusia yang terkait dengan dakwah, maka psikologi agama mencari sebesar-besar keyakinan agama seseorang mempengaruhi tingkah laku dakwah di lakukan terhadap orang yang belum beragama dan orang yang sudah beragama.
4. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Patologi Sosial
Sebelum memulai kegiatan dakwah, para da’i perlu mengetahui lebih jauh apa saja penyakit-penyakit masyarakat dan penyakit masyarakat di bahas dalam patologi sosial yang membahas tentang sikap, kegiatan yang bertentangan dengan norma-norma agama, masyarakat, adapt istiadat dan sebagainya.
5. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Sosiologi
Dakwah merupakan komunikasi antara da’i dan madu’ akan melahirkan interaksi sosial, karena itu sosiologi menaruh perhatian pada interaksi sosial tersebut.
6. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Individual
Misi dakwah dalam hal ini adalah menyadarkan manusia sebagai makhluk individual yang harus meningkatkan diri pada khaliknya dan mengintegrasikan dirinya dengan masyarakat. Bantuan psikologi individual dengan psikologi dakwah terletak pada pengungkapan tentang hal ikhwal hidup kejiwaan individual dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya sesuai dengan kebutuhan melalui proses dakwah yang tepat.
7. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Psikologi Sosial
Psikologi sosial merupakan landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwah karena psikologi sosial mempelajari tentang penyesuaian diri manusia yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial.
BAB II
KARAKTERISTIK MANUSIA DA’I DAN MAD’U
Masalah pokok yang tidak memudahkan para ahli untuk mengetahui dengan tepat esensi jiwa ialah sifat hidup kejiwaan manusia kecuali abstrak, juga mudahnya berubah karena rangsangan lingkungan sehingga hanya gejala-gejala saja yang dapat dijadikan landasan factual dalam penganalisian ilmiah. Hakikat manusia terletak pada hidup kejiwaannya (rohaniyah-nya) bukan pada jasmaniahnya dianggap komplementer, Melainkan sebagai unsur yang mutlak harus ada tanpa unsur jasmaniah manusia tidak akan ada, sehingga kedua-duanya ada keseimbangan terwujud kesehatan lahir dan batin.
A. Konsep Manusia Menurut Psikologi
Ada 4 pendekatan yang paling dominant
1. Psikoanalis aliran dalam psikologi yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan terpendam (homo valens)
2. Behaviorisme aliran yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh lingkungan
3. Psikologi kognitif aliran yang melihat manusia sebagai makhluk aktif organisasi dan mengolah stimulasi yang diterimanya.
4. Psikologi humanistic menggambarkan manusia pelaku aktif dalam strategi transak-sional dalam lingkungan.
1. Pandangan Psikoanalis
Sigmund Freud, pendiri spikoanalisis memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia. Frued menggambarkan tentang tiga sistem utama kepribadian manusia id (das es), ego (das ich) dan super ego (veber ich) perilaku manusia merupakan hasil interaksi ketiga sistem tersebut.
Id (das es) merupakan wadah yang berisi dorongan-dorongan bahwa yang bersifat primitive dan dorongan biologis manusia (insting), ia bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan kepuasan, dan id merupakan lapisan psikis paling dasar.
Sub sistem kedua adalah ego (das ieh) berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntunan rasional dan realistic.
Sedangkan unsur yang terakhir adalah super ego (veber ich) berfungsi untuk mengontrol dan mensensor id agar tidak begitu saja meralisasikan pemuasnya. Super ego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat terpenting dari veber-ich ialah sebagai hati nurani yang mengontrol dan mengkritik perubahan.
2. Pandangan Psikologis Behavioris
Aliran ini melahirkan pendekatan yang sangat kontradiktif dengan psikoanalisis mereka tidak mengakui konsep kesadaran dan ketidaksadaran. Tetapi semua tingkah laku manusia berbentuk dari reflek. Pelopor aliran ini adalah John Broadus Watson. Melalui studi eksperimennya, ia menjelaskan tentang konsep kepribadian dengan mempelajari tingkah laku manusia yang mengacu pada konsep stimulus respons.
3. Pandangan Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif menempatkan manusia sebagai makhluk yang bereaksi secara aktif terhadap lingkungannya dengan cara berfikir. Konsep manusia sebagai pengolah informasi yang dipandang sebagai produk strategi pengolahan informasi yang rasional yang mengarah pada penyediaan, penyimpanan dan pemanggilan informasi yang digunakannya untuk memecahkan persoalan.
4. Pandangan Psikologi Humanistik
Pemikiran para tokoh humanistic banyak dipengaruhi oelh behaviorisme dan psiko analisis, Namun mereka tidak setuju dengan keduanya. Pendekatan humanistic dimunculkan sebagai suatu usaha untuk memusatkan aspek positif tentang manusia. Pendekatan ini berasumsi bahwa manusia tidak bisa di pahami melalui kondisi-kondisi stimulus saja, Namun proses psikologi internal juga mempunyai pengaruh pada pemikiran, perasaan, dan tindakannya. Carl rogers mengatakan manusia pada dasarnya adalah baik dan bahwa potensi manusia adalah tidak terbatas.
B. Konsep Manusia Menurut Islam
1. Hakekat Manusia
Untuk memahami hakikat manusia, beberapa sarjana merumuskan beberapa pendekatan:
Pertama : Mempelajari dan menyelediki manusia dalam hakikatnya yang murni dan esensial, pendekatan ini lebih banyak dilakukan oleh psikolog, filsuf, dan teolog
Kedua : Melalui pendekatan ideologis dan spiritual yang mengatur tindakan manusia yang mempengaruhi dan membentuk personalitasnya biasanya dilakukan oleh ahli moral, tasawuf dan sosiolog
Ketiga : Mengambil konsep tentang manusia dari penyelidikan tentang lembaga-lembaga etika dan yuridis yang telah terbentuk dari pengalaman-pengalaman sejarah yang dihormati, karena lembaga tersebut telah dapat melindungi manusia. Pendekatan ini dilakukan oleh ahli hukum dan sejarah
Kajian isllam mengenai manusia telah banyak ditulis oleh para sarjana dengan sudut pandang yang beragam. Yaitu islam memberikan penghargaan tinggi sekali terhadap martabat manusia sebagai “Khalifah di Bumi”.
2. Kedudukan Nafs dalam Struktur Kepribadian Manusia
Kepribadian menurut psikolog adalah organisasi dinamis dari organ fisik dan psikis dalam diri individu yang membentuk karakter yang unik dalam penyesuaian dengan lingkungan. Jadi, para psikolog memandang kepribadian sebagai keseluruhan komplementer yang bertindak dan memberi respon sebagai satu kesatuan dimana terjadi pengorganisasian dan interaksi. Semua agen fisik maupun psikis yang membentuk tingkah laku dan respon suatu cara membedakan dengan orang lain.
Dalam mengkaji faktor-faktor yang membentuk kepribadian para psikolog modern terkait faktor-faktor tersebut dengan faktor biologis, sosial dan budaya mereka mengkaji dampak keturunan, struktur tubuh dan sifat yang membentuk sistem saraf dan kelenjar.
Dalam islam, kajian tentang nafs sebagai faktor spiritual merupakan bagian dari kajian tentang hakikat manusia itu sendiri.
Achmad Mubarok, kata nafs dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa makna :
1. Nafs sebagai diri atau seseorang (QS. Ali Imran ayat : 61)
2. nafs sebagai diri Tuhan Surat Al-Anam 6 : ayat 54)
3. nafs sebagai person sesuatu Al-Furqan ayat : 3
4. nafs sebagai ruh Al-Anam ayat : 93
5. nafs sebagai jiwa Asy-Syam 91:7 dan alfajar ayat 27
6. nafs sebagai totalitas manusia Al-maidah ayat 32
7. nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku Ar-Rad ayat 11
3. Segi Positif dan Negative Manusia
Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya banyak berbicara tentang manusia yang memuji dan memuliakan manusia sebagai khalifah di muka bumi serta sebagai makhluk samawi dan semi samawi yang memiliki sifat-sifat Ketuhanan (Lahutiyah) dan sifat kemanusiaan (nasutiyah). Dalam diri manusia terdapat kesiapan (Potensi) untuk melakukan kejahatan dan kebajikan yang membawa kepada ketentraman psikis dan kebahagiaan spiritual. Menurut Quraish Shihab, pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada potensi negative hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Karena itu manusia di tuntut untuk memelihara kesucian jiwa dna jangan mengotorinya.
C. Mad’u (Objek Dakwah) dan Kondisinya
Pendekatan sistem (system approach) adalah pendekatan yang digunakan dalam aktivitas dakwah. Artinya aktvitas dakwah tidak akan sukses tanpa adanya suatu unsur atau faktor tertentu.
Salah satu unsur dakwah atau mad’u yakni manusia yang merupakan individu atau bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang unsur ini merupakan suatu keniscayaan dalam keberhasilan suatu dakwah.
1. Manusia Sebagai Individu
Dalam membentuk kepribadian manusia, fkator intern (bawaan) dan faktor ekstern (lingkaran) saling mempengaruhi sebagai objek dakwah manusia dibedakan oleh berbagai aspek:
1. Sifat-sifat kepribadian seperti, penakut, pemarah, suku bergaul, peramah, sombong dsb
2. Intelengi : aspek kecerdasan seseorang mencakup kewaspadaan, kemampuan belajar, kecepatan berfikir dan kemampuan mengambil kesimpulan.
3. Pengetahuan (knowledge)
4. Ketrampilan (skill)
5. Nilai-nilai (values)
6. Peranan (roles)
2. Manusia Sebagai Anggota Masyarakat (kelompok)
Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial, sejak lahir ia memerlukan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang lain.
Masyarakat merupakan sasaran dakwah (objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat dari berbagai segi: segi sosiologis berupa masyarakat terasing, desa atau kota marginal atau kota besar : segi structural berupa masyarakat pemerintah dan keluarga. Segi sosio structural berupa golongan priyai dan santri. Segi tingkat usia, golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Segi okupasional (profesi atau pekerjaan) petani, pedagang dan pegawai dan sebagainya. Segi sosial-ekonomis berupa orang kaya dan orang miskin, segi jenis kelamin, pria dan wanita segi masyarakat khusus berupa ; tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.
Masyarakat dlaam perkembangannya di pengaruhi oleh berbagai hal diantaranya:
a. Pengaruh Budaya
Secara umum, kebudayaan meliputi segala sesuatu yang dihasilkan dari cipta rasa dan karsa manusia yang bersifat materi (pakaian, Rumah, mobil dan sebagainya) maupun yang bersifat non materil seperti norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan lain-lain.
Kebudayaan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Faktor Geografis : tempat tinggal suatu masyarakat seperti pendesaan, pegunungan, perkotaan dan sebagainya.
2. Faktor Keturunan : masyarakat keturunan adam dan hawa berkembang menjadi miliaran manusia dengan ciri khas yang berbeda
3. pengaruh dari dunia luar : perpindahan bangsa ke bangsa lain mengakibatkan budaya asli luntur dan bercampur.
b. Organisasi Sosial
Organisasi sosial memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia sebagai contoh sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumber nilai, kebiasaan dan kepercayaan dalam lingkup yang lebih besar Negara dapat dikatakan sebagai organisasi sosial dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya bersikap dan berperilaku.
D. Pengaruh Dakwah Islam Terhadap Individu dan Masyarakat.
Perhatian islam terhadap manusia sebagai individu terletak pada perhatiannya terhadap sisi spiritual dan material manusia atau aspek jasmani dan rohaninya. Dlaam islam, manusia secara individu dianjurkan untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas hidupnya, baik yang berkaitan dengan dunia yang ia jalani sekarang maupun akhirat yang ia jalani kelak.
Menurut al-Sayyid Sabiq, dakwah islam memberikan perhatian terhadap manusia sebagai individu dalam tiga hal, jasmani, akal, dan moral. Perhatian terhadap jasmani agar ia mempunyai raga yang kuat dan jauh dari penyakit. Berkaitan dengan akal, agar dapat berfikir sehat dan jernih dalam mengambil suatu tindakan dan keputusan sedangkan berkaitan dengan moral dengan ajakan untuk melatih hati agar mempunyai kecenderungan akan kebaikan dan menjauhkan keburukan.
Dalam hukum islam juga, dikenal konsep al-dharuniyat al-kams yang menggambarkan konsep masyarakat dimana sikap setiap individu harus dijamin hak-haknya seperti hak hidup, harta, akal, keyakinan dan keturunan pemerintah berkewajiban melindunginya.
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki Al-Qur’an adalah masyarakat yang adil, beretika dan dapat bertahan di muka bumi. Dakwah islam dalam hal ini mengajak setiap individu dan msayarakat untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, selamat sebagai Rahmat bagi Seluruh alam.
E. Da’i dan Kepribadiannya.
Juru dakwah (dai’) adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi sangat penting dalam berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Da’i professional yang mengkhususkan diri di bidang dakwah. Seyogianya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang kerbehasilan dakwah baik yang bersifat Rohani atau yang bersifat fisik.
Sosok da’i yang memiliki kepribadian tinggi dan tak pernah kering adalah pribadi Rasulullah SAW serta kesaksian sahabat yang selalu mendampinginya. Diisyaratkan dalam surat Al-Ahzab ayat 21.
Artinya :
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kamu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Akhir dan dia banyak menyebut Allah.
1. Kepribadian yang bersifat Rohani
Pada dasarnya dakwah tidak hanya bersifat teori Tetapi juga memberi teladan bagi umat yang diseur. Keteladan jauh lebih besar pengaruhnya dari kata-kata. Klasifikasi kepribadian da’i yang bersifat Psiches (rohaniah) mencakup sifat, sikap dan kemampuan dari pribadi da’i yang harus dimiliki.
a. Sifat-sifat da’i
1) Beriman dan bertaqwa kepada Allah
2) Ahli tobat
3) Ahli ibadah
4) Amanah dan shiddiq
5) Pandai bersyukur
6) Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
7) Ramah dan penuh pengertian
8) Tawaddu (rendah hati)
9) Sederhana dan jujur
10) Tidak memiliki sifat egois
11) Sabar dan tawakkal
12) Memiliki jiwa toleran
13) Sifat terbuka (demokratis)
14) Tidak memiliki penyakit hati.
b. Sikap Seorang da’i
1) Berakhlak mulia
2) Ing nganso sung tuladho, ing madya mangun karso, tut wuri hadayani
3) Disiplin dan bijaksana
4) Wara’ dan berwibawa
5) Berpandangan luas
6) Berpengalaman yang cukup
2. Kepribadian yang Bersifat Jasmani
a. Sehat Jasmani
Seorang da’i yang professional berdakwah dengan Jumlah sasaran yang banyak maka sehat jasmani mutlak diperlukan. Kondisi badan yang tidak memungkinkan sedikit banyak dapat mengurangi kegairahan da’i dalam melakukan aktivitas dakwah.
b. Berpakaian Sopan dan Rapi
Bagi seorang da’i masalah pakaian yang digunakan harus mendapat perhatian serius, sebab pakaian yang digunakan menunjukkan kepribadiannya. Yaitu pakaian yang sesuai dengan tempat, suasana dan keadaan tubuh.
INTERAKSI PSIKOLOGIS DA’I DAN MAD’U
A. Motifasi Tingkah Laku
1. Pengertian dan Teori-Teori Motivasi
HM. Arifin mengatakan bahwa, secara fundamental motivasi bersifat dinamis yang melukiskan ciri-ciri tingkah laku manusia yang terarah pada suatu tujuan. Dengan motivasi seseorang dapat melipat gandakan usahanya untuk mengetahui rintangan dan mencapai tujuan tersebut.
Para psikolog memberikan pengertan dan teori-teori sebagai berikut:
a. Sigmund Freud : berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting (naluri) semua perilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri:
1. Energi naluri kehidupan adalah libido yang berkisar pada kegiatan seksual
2. Naluri kematian terbentuk dari dalam diri bentuk bunuh diri, merusak diri sendiri atau orang lain (agresi)
b. Abraham Moslow
Tokoh psikologis ini berpendapat bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk Seluruh spesies, tidak berubah dan ebrasal dari sumber genesis atau naluriah.
c. K.S. Lashley
Dalam eksperimennya bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan saraf sentral ke arah rangsangan dari dalam dan dari luar yang variasinya sangat komplek termasuk perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.
d. Fillmore H. Sanford
Melihat asal kata motivasi, yaitu yang berarti gerakan karenanya ia mengatakan motivasi sebagai kondisi yang menggerakkan suatu organisme yang mengarah kepada tujuan
2. Klasifikasi Motif
Ahli psikolog menggolongkan motif sebagai berikut:
a. Santain
Santain membagi motif menjadi 2 bagian yaitu : physiological drive dan sosial motives. Physiological ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis dengan dorongan ini seseorang menjadi tenang seperti rasa lapar, haus, lelah dan sebagainya. Sedangkan sosial motives adalah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis dan dorongan ingin selalu berbuat baik (etika).
b. Wood Worth
Wood worth mengklasifikasikan motif menjadi un-learned motives dan learned motives. Unlearned motives adalah motiv yang timbul di sebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan tubuh, seperti rasa lapar, haus, sakit. Sedangkan learned motives dapat berupa perasaan suka dan tidak suka. Aspek ini meliputi motif-motif untuk mendekatkan diri dan menjauhkan diri dari sesuatu.
3. Motiv dalam Al-Qur’an
Isyarat tentang adanya tingkah laku manusia (motif) dalam sistem nas dipaparkan Al-Qur’an dalam surat Yusuf ayat 53:
Artinya :
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi Rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Isyarat di atas secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu di dalam sistem nafs yang menggerakkan tingkah laku manusia yang mengajak pada kejahatan.
a. Dorongan-dorongan fisiologis
1. Dorongan untuk menjaga diri
Dalam Al-Qur’an Surat An-Naba : 78:9-11 berbunyi
Artinya :
Dan kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dankami jadikan malam sebagai pakaian, dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan (Q.S. An-Naba : 78: 9-11)
2. Dorongan mempertahakan kelestarian hidup jenis
Dorongan yang dimaksud di atas adalah dorongan seksual dan dorongan keibuan.
a. Dorongan seksual : yaitu satu fungsi penting melahirkan keturunan demi kelangsungan hidup
b. Dorongan keibuan : Allah menciptakan dalma setiap diri wanita dengan alamiah yang membuat mereka siap untuk melaksanakan misi utamanya untuk melahirkan demi kelangsungan hidup jenis manusia.
b. Dorongan-dorongan Psikis
1) Dorongan untuk memiliki
Dorongan untuk memiliki adalah dorongan psikis yang dipelajari manusia dalma proses sosialisasi yang dijalaninya. Melalui kebudayaan di mana ia hidup, manusia belajar rasa cinta untuk memiliki harta benda dan berbagai hak milik tersebut menumbuhkan rasa aman dari kemiskinan.
2) Dorongan memusuhi
Dorongan memusuhi tampak dalam tingkah laku manusia yang memusuhi orang lain dengan tujuan untuk memusuhinya dengan bentuk fisik maupun dengan kata-katanya.
3) Dorongan berkompetisi
Kompetisi merupakan salah satu dari dorongan-dorongan psikis yang dipelajari seseorang melalui lingkungannya. Al-Qur’an sendiri memberikan dorongan kepada manusia untuk berkompetisi dalam melakukan kebaikan dan kebajika serta berpegang teguh pada nilai-nilai manusiawi yang luhur.
4) Dorongan Beragama
Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang mempunyai landasan alamiah dalam waktak kejadian manusia. Dalam relung jiwanya manusia merasakan adanya dorongan untuk mencari dan memikirkan Sang Penciptanya dan Pencipta alam semesta, dorongan untuk menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya setiap kali ia ditimpa malapetaka dan bencana. Namun godaan duniawi yang lebih mementingkan kebutuhan jasmani atau materi dapat membuat manusia lupa pada fitrahnya sebagai makhluk berTuhan bahkan lambat laun dapat terkikis sehingga manusia akan semakin jauh dari nilai-nilai spiritualitas keagamaan yang sebenarnya tersembunyi dalam relung bawah sadarnya.
4. Peranan Motivasi dalam Proses Dakwah
Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laku manusia. Motivasi mengarahkan tingkah laku individu kearah suatu tujuan, menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan individu tersebut. Tujuan motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah (mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Selanjutnya seorang da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah lku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian menopng tingkah laku mad’u dengan mencipatakan lingkungan yang dapat menguatkan dorongan-dorongan tersebut.
Penting bagi seorang da’i mengetaui motif-motif mendesak dari sasaran dakwahnya agar seorang da’i mampu menyesuaikan materi dakwah. Metode dakwah atau strategi dakwah yang tepat tujuan dakwah dapat tercapai.
B. Interaksi Sosial
Menurut Wood Worth yang dikutip oleh W.A. Gerungan. Pada dasarnya terdapat empat jenis hubungan antara individu dengan lingkungan yaitu:
1. Individu bertentangan dengan lingkungan
2. Individu menggunakan lingkungannya.
3. Individu berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya dan
4. Individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Hubungan manusia dengan manusia (interaksi sosial) berkisar pada usaha menyesuaikan diri baik bersikap autoplastis (mengubah diri sesuai dengan lingkungannya) maupun aloplastis (usaha seseorang untuk merubah lingkungannya) sesuai keadaan (keinginan), dimana individu yang satu menyesuaikan diri dengan individu yang lain.
1. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku orang lain. Interaksi sosial yang demikian merupakan prilaku timbale balik dimana masing-masing individu dalam proses itu mengharapkan dan menyesuaikan diri dengan tindakan yang dibutuhkan orang lain.
Faktor-faktor adanya interaksi sosial.
a. Faktor Imitasi
Imitasi memiliki nilai positif terutama dalam bidang pendidikan dan perkembangan individu, dimana imitasi dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi juga dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Sedngkan segi negatifnya, hal-hal yang salah ataupuns ecara moral ditolak selain itu, imitasi ini menimbulkan terhambatnya perkembangan berfikir kritis artinya adanya peranan imitasi dalam interaksi social dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berfikir kritis.
b. Factor Sugesti
Factor sugesti memegang peranan penting baik dalam pandangan politik, orang tua, pendidik, teman sebaya, yang ikut membantu dalam pembentukan norma kelompok dan prasangka-prasangka social. Sugesti dapat terjadi dengan mudah pada keadaan-keadaan tertentu:
1. Sugesti karena hambatan berfikir
2. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah
3. Sugesti karena otoritas
4. Sugesti karena manyoritas
5. Sugesti karena will to believe (membuat sadar karena adanya sikap-sikap dan pandangan orang lain.
c. Factor Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi Sigmund freud untuk menguraikan mengenai cara seorang anak belajar norma-norma social dari orangtuanya, yaitu kecenderungan bersifat sadar bagi seorang anak.
Proses identifikasi pertama-tama berlangsung secara tidak sadar keduanya secara irasional berdasarkan perasaan-perasaan dan kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional. Identifikasi dilakukan seseorang kepada oran glain yang dianggapnya ideal dalam satu segi untuk memperoleh sistem norma, sikap dan nilai yang dianggap ideal.
d. Faktor Simpati
Simpati dapat idartikan sebagai perasaan tertarik seseorang terhadap orang lain. Seperti halnya prosesi identifikasi timbulnya simpati merupakan proses sadar bagi diri mansuia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati terlihat dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih. Simpati hanya berkembang dalam suatu relasi kerjasama antara dua orang atau lebih yang menjamin terdapatnya saling pengertian antara individu-individu tersebut justru karena adanya simpati dapat diperoleh saling pengertian yang lebih mendalam.
2. Macam-Macam Interaksi
Menurut R.F. Bales dan Strodtbeek (1951) interaksi dikategorikan kepada 4 macam:
a. Tindakan integrative ekspresif, tingkah laku terpadu dan menyatakan dorongan kejiwaan seseorang seperti : menolong atau memberi pujian kepada orang lain
b. Tindakan menggerakkan kelompok kearah penyelesaian problem: memberi jawaban pendapat dan penjelasan
c. Tindakan mengajukan pertanyaan, permintaan orientasi, sugesti atau pendapat.
d. Tindakan integrative ekspresif yang bersifat negative termasuk kategori ini : pernyataan tidak setuju, ketegangan dan pertentangan dan pengunduran diri
3. Interaksi Sosial dalam Proses Dakwah
a. Pelaksanaan dakwah (da’i)
Da’i merupakan kunci yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dakwah, oelh karena itu factor ini ada syarat-syarat dan cirri-ciri jasmani dan Rohani yang sangat kompleks bagi pelaksana, penentu dan pengendali sasaran dakwah.
b. Objek Dakwah (mad’u)
Objek dakwah dari aspek psikologis memiliki variability yang luas dan rumit menyangkut pembawaan, lingkungan berbeda yang menuntut pendekatan berbeda pula
c. Lingkungan Dakwah
Lingkungan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan sasaran dakwah bagi individu atau kelompok manusia serta kebudayaan.
d. Media Dakwah
Media adalah factor yang menentukan kelancaran dakwah yang disebut defent variables artinya dalam penggunaannya atau efektivitasnya tergantung factor lain terutama orang yang menggunakannya. Namun kegunaannya bis polypragmatis (kemanfaatan berganda) atau monopragmatis (kemanfaatan tunggal) dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
e. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah adalah suatu factor yang menjadi pedoman arah proses yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten
Ketertarikan masyarakat terhadap da’i disebabkan beberapa factor antara lain:
1. Adanya pesona da’i misalnya sikap lemah lembut dan berbudi halus, memecahkan problem social dan memberi harga kepada masyarakat luas.
2. Masyarakat membutuhkan kehadiran da’i, suasana psikologis menunggu kehadiran seseorang yang didambakan mengisi kekosongan.
3. Hubungan batin : masyarakat merindukan seorang pimpinan spiritual kedekatan hubungan batin antara da’i dan mad’u.
C. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu factor yang penting bagi perkembangan hidup manusia sebagai makhluk social, tanpa komunikasi individu tidak dapat berkembang dengan normal dalam lingkungan sosialnya. Melalui komunikasi seseorang menemukan dirinya, mengembangkan konsep diri dan menetapkan hubungan dengan dunia sekitar. Semakin dewasa seseorang, semakin kompleks komunikasi yang dilakukan, dan karena itu bahasa adalah alat terpenting di samping alat-alat lain seperti tingkah laku, seni budaya dan lain-lain.
1. Pengertian Komunikasi dan Peranan Bahasa dalam Komunikasi
Mengenai definisi komunikasi, para ahli memberikan batasan yang berbeda-beda di latar belakangi oleh berbagai perspektif, seperti mekanis, sosiologis, dan psikologis
a. Raymond S. Ross mendefinisikan komunikasi sebagai proses transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan lambang secara kognitif sehingga membantu orang lain megneluarkan pengalamannya sendiri atau respon yang sama
b. Dance mendefinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal untuk bertindak sebagai stimulasi
c. Colin cherry mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan social dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan guna mencapai tujuan.
Komunikasi merupakan peristiwa social yang bertujuan untuk memberikan informasi, membentuk pengertian, menghibur, bahkan mempengaruhi orang lain.
Dalam hubungannya dengan hidup social manusia, bahasa mempunyai beberpaa fungsi social, yaitu komunikasi social, control social, dan kerja sama social. Dalam situasi social inilah mereka dipermudah dan ditentukan oleh bahasa mereka masing-masing.
H.Bonner dalam bukunya Social Psytelogyran inter disciplinary approach dikutip oleh H.M Arifin bahwa dalam studi psikologi social, bahwa merupakan hal penting karena:
1. Bahasa merupakan media dasar bagi interaksi social, tanpa bahasa kehidupan social manusia tidak akan timbul dan tanpa bahasa partisiasi social manusia tidak dapat dilangsungkan.
2. Bahasa adalah satu-satunya pembawa kebudayaan dair suatu generasi ke generasi berikutnya.
3. Bahasa memungkinkan suatu rangkaian pengertian mengenai definisi-definisi umum yang sama di antara manusia
4. bahasa memgang peranan penting dalam bentuk pertumbuhan anak dari sejak taraf hidup biologisnya sampai taraf hidup masyarakat.
5. tanpa bahasa dalam kehidupan sosialnya, manusia tidak dapat mewujudkan hubungan dengan manusia lain
2. Peranan Tanggapan Dalam Komunikasi
Prilaku manusia itu harus diinterprestasikan dalam pengertian interaksi social, peranan tanggapan serta pengalaman yang dihubungkan dengan kegiatan hubungan antar pribadi dengan anggota kelompok masyarakat. Jadi yang perlu diperhatikan dalam proses interaksi adalah factor komunikasi, penghargaan akan adanya respons dari orang lain. Bagaimana peranan tanggapan oleh dirinya sendiri maupun orang lain, serta symbol yang mendorongnya untuk melakukan respons, melalui factor terakhir inilah interaksi social dapat membentuk komunikasi social melalui bahasa
1) Pengertian
Yaitu penerimaan yagn cermat isi stimuli yang dimaksud oleh komunikator
2) Kesenangan
Ini disebut juga komunikasi fasis (phatic communication) untuk menimbulkan kesenangan, antar individu menjadi hangat, akrab dan menerangkan.
3) Pengaruh pada sikap
Komunikasi untuk mempengaruhi sikap komunikasi persuasive memerlukan pemahaman tentang factor-faktor dalam diri komunikator dan pesan yang dapat menimbulkan efek pada komunikasi.
4) Hubungan makin baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan social yang baik. William Schutz merincikan kebutuhan social ini kedalam tiga hal: indusion, control dan affection, yaitu asosiasi, pengendalian dan kekuasaan dan cinta kasih. Kebutuhan social ini dapat terpenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.
5) Tindakan
Tindakan merupakan hasil komunikatif Seluruh proses komunikasi bukan saja memerlukan pemahaman tentang Seluruh mekanisme psikologis Tetapi juga factor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
3. Komunikasi Dalam Proses Dakwah
Dalam interaksi antara da’i dan mad’u, da’i dapat menyampaikan pesan-pesan dakwah (materi dakwah) melalui alat atau sarana komunikasi yang ada. Komunikasi dalam proses dakwah tidak hanya ditujukan untuk memberikan pengertian, mempengaruhi sikap dan membina hubungan social yang baik.
Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapah-tahapan yaitu :
1. Penerimaan stimulus informasi
2. pengolahan informasi
3. penyimpanan informasi
4. menghasilkan kembali suatu informasi
Proses bagaimana mad’u menerima informasi, mengolahnya, menyimpan dan menghasilkan informasi dalam komunikasi psikologi disebut sistem komunikasi intra personal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi memori dan berfikir.
a. Sensasi
Sensasi adalah proses menangkap stimuli (rangsangan) fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan yang sangat penting.
b. Persepsi
Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Seperti jug ahalnya sensasi, persepsi di tentukan oleh factor personal dan situasional.
c. Memori
Salah satu kelebihan manusia dalam kemampuannya menyimpan informasi yang sangat banyak dalam waktu yang lama dan dapat mengingat kembali. Jiika computer mampu menyimpan data untuk suatu saat dapat dipanggil kembali. Maka kemampuan manusia menyimpan informasi sangat canggih dibandingkan computer.
Memori bekerja melalui tiga tahap:
1. Perekam informasi yang berasal dari persepsi dicatat melalui jaringan saraf
2. penyimpanan informasi dalam bentuk tertentu dalam waktu tertentu. Informasi berkembang terus, bias juga berkembang sendiri.
3. pemanggilan atau mengingat kembali apa yang telah disimpan baik sekadar terlintas atau memang senagaja di ingat-ingat karena infomrasi tersebut memang diperlukan.
d. Berfikir
Berfikir adalah suatu kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambing sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berfikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungand engan menggunakan lambing-lambang, sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.
Pola berfikir manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
1. Metode berifkir realistis
Berfikir realistis dibedakan menjadi dua :
a) Metode berfikir deduktif mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum
b) Metode berfikir induktif dimulai dari pernyataan khusus untuk kemudian mengambil simpulan umum atau kesimpulan umum dari pernyataan khusus.
2. Berfikir Kreatif
Metode berfikir kreatif digunakan dengan maksud agar memperoleh rumusan atau kesimpulan yangbenar atau keputusan yang tepat, pemecahan masalah yang tepat atau penemuan yang valid.
Proses berfikir kreatif menurut pada psikolog melalui lima tahapan:
a) Orientasi : yakni merumuskan dan mengidentifikasikan masalah
b) Preparasi : yakni mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
c) Inkubasi : yakni berhenti dulu ketika menghadapkan kesulitan mencari jalan pemecahan.
d) Iluminasi, yakni mencari ilham
e) Verifikasi, yaitu menguji dan menilai secara kritis pemecahan masalah yang dipikirkan.
Cirri-ciri orang kreatif menurut Colemen antara lain:
a. Memiliki kecerdasan rata-rata
b. Memiliki sifat terbuka
c. Memiliki sikap bebas, otonom dan percaya diri
3. Berfikir Dan Bertafakur (merenung)
Nabi mengingatkan bahwa berfikir tentang sesuau yang berada diluar kpaasitas akal dapat mengakibatkan bencana. Namun demikian berarti Al-Qur’an sering mengur manusia karena kurang menggunakan fikiranyaan sedangkan ornag yang suka merenung secara mendalam tentang fenomena alam sebagai ciptaan Allah (zikir dan berfikir) oleh Al-Qur’an diberi gelar sebagai Ulul al-Bab.
D. Leadership (Kepemimpinan)
Leadership (kepemimpinan) adalah suatu corak kemampuan manusia yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Kepemimpinan diperkirakan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diperoleh melalui pendidikan
Dua corak pendapat diatas ada juga yang menggabungkan dua anggapan tersebut kepemimpinan di peroleh melalui bakat. Pendidikan da’i latihan.
1. Pengertian Leadership
Berdasarkan pendekatan-pendekatan yang dilakukan para ahli umumnya memberi pengertian leadership adalah sebagai berikut:
a. George R. Terry memberikan kepemimpinan sebagai hubungan individu dan suatu kelompok dengan maksud menyelesaikan beberapa tujuan:
b. Odway Tead kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang yang bekerjasama menuju kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.
c. John Ptiffner menganggap kepemimpinan adalah suatu seni dalam mengkoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendakinya.
Dalam kepemimpinan terdapat tiga unsur
a. unsur manusia sebagai pemimpin atau sebagai yang dipimpin
b. unsur sarana semacam prinsip dan tehnik kepemimpinan yang dipakai termasuk pengetahuan yang dimiliki
c. unsur tujuan merupakan sasaran Akhir ke arah mana kelompok manusia akan digerakkan.
2. Ciri-Ciri Pemimpin (Leader)
Pemimpin harus mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinya dapat merealisasikan tujuan kelompok dalam kerja sama yang produktif.
Pemimpin harus mengintegrasikan pandangan anggota kelompok dan memberikan pandangan dasar kelompok yang menyeluruh mengenai situasi dalam kelompok dan luar kelompok. Pemimpin harus dapat mengawasi tingkah laku anggota kelompok berdasarkan patokan-patokan yang telah dirumuskan bersama pemimpin jug aharus mengenal dengan baik sifat pribadi para pengikutnya demi kesuksesan bersama.
Floyd Ruch merumuskan tugas-tugas seorang pemimpin sebagai berikut:
a. Strukturing the situation
Tugas seorang pemimpin adalah memberikan struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapkan oleh kelompoknya. Pemimpin harus membedakan yang terpenting dan mana yang kurang penting serta memusatkan perhatian pada tujuan yang dicapai oleh agnggota kelompoknya.
b. Controlling group behavior
Tugas kedua dari seorang pemimpin adalah : mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok, mengawasi tingkah laku individual yang tidak selaras dan menyeleweng. Berjaga-jaga agar peraturan kelompok jangan disalahgunakan oleh individu dan berjaga-jaga agar individu jangan disalahgunakan kelompok.
c. Spokesman of the group
Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya. Dalam hal ini seseorang pemimpin harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok ke dunia luarnya baik mengenai sikap, pengharapan, tujuan, dan kekhawatiran-kekhawatiran kelompok.
Kaum dinamika kelompok berpendapat, bahwa ciri-ciri yang harus dimiliki pemimpin secara umum :
a) Persepsi sosial
Persepsi sosial diperlukan untuk melaksanakan tugas pemimpin sebagai penyambung lidah anggota kelompoknya.
b) Kemampuan berfikir abstrak
Dalam hal ini diperlukan ketajaman penglihatan dan kemampuan analistis yang didampingi oleh kemampuan mengabstraki dan mengintegrasikan fakta-fakta interaksi sosial di dalam maupun luar kelompok.
c) Kestabilan emosi
Kematangan emosi diperlukan untuk dapat merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok secara nyata dan untuk melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang lain secara wajar.
Selain melakukan pendekatan sifat dan ciri kepribadian, para ahli juga mengadakan penelitian melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
1) Pendekatan dari sudut pembawaan
2) Pendekatan berdasarkan pada keadaan
3) Pendekatan berdasarkan peranan fungsional
4) Pendekatan berdasarkan gaya kepemimpinan
3. Kepemimpinan dalam dakwah
Kepemimpinan dalam Islam bukan hanya merupakan suatu kedudukan yang harus dibanggakan tetapi merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap orang, paling tidak untuk dirinya sendiri dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Allah.
Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan.
Seorang da’i yang di dalam masyarakatnya memiliki kedudukan sebagai pemimpin perlu memperhatikan tipe-tipe kepemimpinan (gaya pemimpin) dan ciri-ciri pemimpin agar dapat diterapkan dalam proses dakwah. Selain itu, misi dakwah akan dapat berhasil dengan efektif bilamana da’i dapat bekerja sama dengan berbagai pola kepemimpinan yang ada dalam masyarakat baik formal, struktural dalam pemerintahan maupun informal kultural.
INTERAKSI TAUHIDIYAT
Secara fitrah manusia memiliki kecenderungan tauhidiyat/pengakuan terhadap eksistensi Tuhan yang Esa. Yang terungkap dari adanya perjanjian antara manusa dengan Tuhan oleh Nurcholis Madjid disebut sebagai perjanjian Pri-Mordial antara manusia dengan Tuhan.
Keimanan kepada Allah (Tauhidiyah) harus dibarengi dan diikuti dengan ketakwaan kepadanya. Takwa berarti menjaga diri dari amanah dan azab Allah dengan mematuhi aturan yang telah digariskan Al Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah SAW, dengan kata lain melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
A. Interaksi Tauhidiyat da’i dengan Mad’u
Mengesakan Allah (Tauhid) dan menolah penyekutuan (syirik) terhadap-Nya merupakan doktrin terpenting yang mendominasi pemahaman dan ajaran samawi.
1. Tauhid Rububiyyat
Istilah Rububiyyat berasal dari kata “Rabb” yang berarti “memihara”, mengelola, memperbaiki, mengumpulkan, dan pemimpin. Secara istilah, tauhid Rububiyyat adalah, menyakini bahwa Allah adalah sang pencipta, sang pengatur, sang pemberi rezeki, dan sang pengelola (mudabbir) bagi alam semesta.
2. Tauhid dalam Penciptaan (Khaliqiyat)
Yang dimaksud dengan tauhid dalam penciptaan ialah tidak adanya pencipta (Khaliq) yang sebenarnya dalam wujud alam semesta ini selain Allah. Tidak ada pelaku yang bertindak sendiri dan merdeka sepenuhnya selain Allah.
3. Tauhid Uluhiyat
Tauhid Uluhiyat adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya yang disembah (al-ma’bud) dan tiada Tuhan selain Allah yang patut disembah. Seseorang tidak dapat disebut sebagai muslim sebelum ia mengakui adanya pokok ajaran Islam.
4. Tauhid Zat dan Sifat
Yang dimaksud dengan tauhid zat dan sifat ialah bahwa Allah adalah Esa, tak ada yang menyamainya dan tidak ada padanan baginya.
B. Interaksi Taudiyah, Halangan dan Rintangan
Da’i dan mad’u adalah dua faktor terpenting dalam proses dakwah, di samping faktor-faktor pendukung yang lain tanpa adanya salah satu dari dua unsur tersebut dakwah tidak akan dapat terlaksana.
Interaksi tauhidiyat, sebagai suatu upaya untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai ketauhidan kepada mad’u sesungguhnya merupakan misi dakwah para rasul yang berdiri atas sendi-sendi ketauhidan yaitu menyerahkan sepenuhnya hanya kepada Allah.
Seorang da’i harus memahami bahwa risiko terbesar yang akan dihadapi adalah ketika ingin menanamkan nilai-nilai ketauhidan yang menjadi pondasi ajaran Islam pada masyarakat jahiliyah (musyrik).
C. Keteladanan (Uswat) Dalam Proses Dakwah
Masyarakat sebagai kumpulan individu pasti akan terkena pengaruh dari keteladanan dari taklid, baik pengaruh negatif maupun pengaruh positif karena itu, Islam sangat menaruh perhatian terhadap pemeliharaan masyarakat yaitu dengan Amr ma’ruf dan nahi mungkar. Islam menganjurkan meneladani rasulullah dan para Ahlul Khair (orang-orang yang baik), ahli kebenaran, dan mereka yang berakidah lurus. Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21,
Artinya :
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
D. Pendapat Dan Sikap Da’i Terhadap Mad’u
Seorang da’i harus melandaskan segala usahanya dalam mengajak seseorang kepada kebenaran dengan keikhlasan, dalam arti apa yang dilakukan hanya semata-mata karena Allah SWT. Seorang da’i akan berhadapan dengan mad’u yang memiliki keunikan, karakter, dan kepribadian masing-masing yang dipengaruhi oleh faktor psikologis ataupun sosio struktural, sehingga da’i harus mempersiapkan segala sarana dan prasarana sematang-matangnya.
Berikut klasifikasi mad’u berdasarkan sikap mereka terhadap ajakan da’i yaitu mukmin, kafir, dan munafiq.
1. Mukmin (orang-orang yang beriman)
Orang mukmin adalah orang yang percaya akan eksistensi Allah. Menurut Usman Najati, dalam Al Qur’an banyak menguraikan sifat-sifat orang beriman yaitu :
1) Berkenan dengan akidah (QS. An Nisa : 136)
2) Berkenan dengan ibadah (QS. Al Baqarah : 277)
3) Berkenan dengan hubungan sosial (QS. Ali Imran : 114)
4) Berkenaan dengan hubungan-hubungan kekeluargaan
5) Sifat-sifat moral, sabar, lapang dada, adil dan sebagainya
6) Sifat-sifat emosional, cinta Allah dan takut azab Allah
7) Sifat-sifat intelektual dan kognitif (QS. Ali Imran : 191)
8) Sifat-sifat yang berkenan dengan kehidupan praktis dan profesional
9) Sifat-sifat fisik, kuat, sehat, bersih, dan suci dari najis.
2. Kafir
Pengertian kufur sesuai Al Qur’an adalah :
1) Kafur, diartikan sebagai mata air di surga yang airnya putih, baunya sedap, serta enak rasanya.
2) Kuffar bentuk jamak dari kafir
3) Kaffarat berarti penebus dosa atas kesalahan tertentu
4) Kaffara berarti menutupi, menghapuskan atau menghilangkan
Sedangkan menurut para ulama, diberi predikat kafir apabila mendustakan kerasulan Muhammad dan ajaran-ajaran yang dibawanya.
Dalam menghadapi golongan ini, seorang da’i dituntut memiliki sikap sabar dan tidak putus asa untuk menyeru mereka. Da’i harus mengajak mereka untuk beriman hanya kepada Allah dan mengakui atas kenabian Muhammad.
3. Munafik
Orang munafik adalah orang yang berpura-pura (lain di mulut lain di hati) orang yang menyatakan iman dengan lidahnya dan kekufuran dihatinya. Orang munafik merupakan kelompok manusia yang lemah, peragu, tidak ada ketegasan dalam keimanan.
Cara menghadapi orang munafik adalah dengan menjadikan orang munafik sebagai pelindung, dan pemimpin, bersikap tegas dan memerangi mereka. Waspada dan tidak mudah tergoda dengan ajakan mereka, orang munafik suka memperolok-olok orang yang mendapat petunjuk Allah.
E. Problematika dakwah, sebuah refleksi
Al Qur’an memiliki ciri dan sistem tersendiri dalam memaparkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya.
a. Tidak sukar, gampang namun padat dan mantap baik teori maupun implementasinya.
b. Tidak banyak memberikan perintah atau larangan, karena manusia makhluk rasional hanya memerlukan petunjuk pokok yang paling sulit baginya untuk menemukannya.
c. Cara penerapan syariat sebagai pedoman hidup manusia selalu gradasi kemampuan manusia sendiri, tidak memberatkan.
DAFTAR RUJUKAN
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar. Bandung : PT. Eresco, 1988.
Al-Sayyid sabiq. Da’wah al-islam (Kairo. Matba’at al-madani tt.)
Ali liliweri, Komunikasi Antar-Pribadi. Bandung : Mizan, 1996.
Arifin, M.Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia. Jakarta : Bulan Bintang,1976
Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Eresco, 1988.
Habib, Syafaat. Buku Pedoman Dakwah, Jakarta : Penerbit Widjaya, 1982.
Mubarok, A. Psikologi dakwah. Jakarta : Pustaka Firdaus, 1999
Mustafa, A. ya’kub. Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: pustaka Firdaus, 1997)
Mustafa Mansur, Fiqhud Dakwah. Jakarta :Al I’tishom, 2000.
Madjid, N. Pintu-Pintu Menuju Tuhan. Jakarta : Penerbit Paramadina, 1999.
Najati, Usman. Al Quran dan Ilmu Jiwa. Bandung : Penerbit PT. Pustaka, 1985.
Rahmat, J. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1985.
Shihab, Quraisy. Membumikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan, 1996.
Sayyid Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Al-Din Al Hadis (Kairo, Maktabat Dar Al Arubat, 1959)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar