Sabtu, 30 Mei 2009

PARTAI POLITIK DI INDONESIA

PENDAHULUAN

Partai politik dan pemilu merupakan salah satu Institusi inti dari pelaksanaan demokrasi modern. Mengingat fungsi partai politi yang begitu penting, bahkan keberadaan dan kinerjanya merupakan ukuran mutlak bagaimana demokrasi berkembang di suatu negara. Meskipun ia bukan merupakan pelaksanaan dari suatu pemerintahan, namum keberadaannya akan mempengaruhi bagaimana dan ke arah mana pelaksanaan pemerintahan dijalankan. Kemudian partai politik juga tidak dapat terpisahkan dengan Pemilu. Parpol tanpaPemilu maka sama saja parpol tersebut tidak berfungsi.
Di negara-negara maju, ukuran keberhasilan demokrasi secara tepat bisa dilihat dari bagaimana partai politik menjalankan fungsinya untuk memaskukkan agenda-agenda kebijakan publik yang bermanfaat tidak saja bagi konstituen pemilihnya, melainkan juga bagi seluruh komponen bangsa yang ada. Ukuran demokratis, misalnya bisa di lihat dalam kerangka apakah aspirasi konstituen sebagaimana yang dicerminkan dalam janji-janji partai politik terwujud dalam implementasinya.


POLITIK KEPARTAIAN DI INDONESIA

 Dalam sistem demokrasi, eksistensi partai politik merupakan sebuah keniscayaan. Upaya demokratisasi membutuhkan sarana atau saluran politi yang koheren dengan kebutuhan masyarakat di suatu negara. Partai politik adalah salah astu sarana yang dimaksud, yang memiliki ragam fungsi, platform dan dasar pemikiran. Fungsi dan plargorm parpol itulah yang salah satunya bisa dijadikan pertimbangan untuk menilai demokratis tidaknya suatu pemerintahan. Atau paling titdak bisa digunakan untuk menilai apakah proses demokrasi yang berjalan di suatu negara menghasilkan output kebijakan untuk kepentingan rakyat atau sebaliknya.
 Semula, partai politik hanya berfungsi artikulatif, yakni sebagai fasilitator antara rakyat dan pemegang kebijakan. Dalam perkembangannya, partai politik dianggap sebagai media yang cukup representatif untuk berpartisipasi dalam rangka menentukan kebijakan publik (public policy).
 Dalam perkembangannya, inisiatif warga negara membentuk partai politik didasari oleh berbagai macam kepentingan yang ingin disalurkan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut. Salah satu argumen yang mendasari dibentuknya partai politik adalah ideologi. Ideologi sebagai rumusan gagasan dan cita-cita atau harapan masyarakat tertentu berkembang seiring dengan perkembangan manusia itu sendiri.
 Munculnya partai politik secara garis besar adalah sebagai wahana aktualisasi pandangan politik dari tiga aliran yang menemukan momentumnya pada dekade kedua dan ketiga abad ke-20. Ketiga aliran yang dimaksud adalah Islam, Nasionalisme dan Marxisme/Sosialisme.
 Sebagai masyarakat yang menghargai sejarah, kita perlu memahami sejarah tersebut sebagai titik awal Indonesia mengenal politik kepartaian dalam konteks demokrasi. Meskipun masih berada dalam suasana kolonialisme, aspirasi politik tidak bisa dihentikan, dan parta perlu didirikan.

EFEKTIVITAS FUNGSI PARTAI POLITIK DI INDONESIA

A. Arti dan Urgensi Parpol Dalam Kehidupan Bernegara
 Sebelum melangkah lebih jauh pada penguraian tentang fungsi-fungsi dasar partai politik, perlu diawali dengan pembahasan paling mendasar tentang mengapa harus ada partai politik dalam kehidupan masyarakat.
 Berkaitan dengan pembahasan akan arti keberadaan partai politik dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat ini, dengan demikian jatuh bangnya perkembangan yang dialami bangsa Indonesia tidak dapat lepas dari partai politik.
 Kemudian Orde Baru berdiri, dan dikatakan banyak sebagai rezim diktator, ia juga tidak dapat lepas dari keberadaan partai politi, meskipun pada masa Orde Baru tersebut partai politik yang ada hanyalah merupakan komedi kekuasaan semata, tapi kita bisa melihat bahwa sebuah rezim diktator pun masih membutuhkan legitimasi politik dari partai politik dan pemilu.
 Dengan dibukakannya kran demokrasi, berbagai aspirasi masyarakat menginginkan agar negara melakkan hal-hal yang dianggapnya penting, dan itu disalurkan melalui partai politik.
 Dalam konteks ini, sejak berkembangnya revolusi partisipasi rakyat, maka parpol semakin menjadi bagian penting dari sistem politik modern.
 Di dalam masyarakat modern parpol menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik. Parpol dengan demikian menjadi salah satu instrumen penting untuk memobilisasi masyarakat ke dalam kekuasaan negara. Ini berarti parpol pada dasarnya adalah alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah (Macridis, 1988).
 Dari uraian tersebut di atas terlihat jelas bahwa pekerjaan parpol dalam hal perebutan kekuasaan itu adalah sarana saja. Ini ditunjukkan dengan operasional fungsi kekuasaan itu yang hanya berlangsung dalam ritus lima tahunan.
 Di Indonesia, yang terjadi pascareformasi 1998 ternyata masih menunjukkan intensitas yang terlalu besar dari partai politik yang ada pada proses pergeseran kekuasaan di tingkat elite semata. Kesan seperti ini dirasakan pula oleh sebagian besar masyarakat. Mereka mengatakan bahwa parpol saat ini sudah terlalu menyimpang dari harapan masyarakat.
 
B. Kondisi Politik Bagi Berjalannya Fungsi Parpol
 Sesuai fungsinya, partai politik tentu harus mampu mengikuti aturan demokrasi dengan mengikuti pemilihan umum sebagai upaya untuk dapat turut dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Gagasan yang tertuang dalam UU Pemilihan Umum memuat syarat-syarat keikutsertaan parpol dalam Pemilu sebagai berikut: pertama, parpol dapat menjadi peserta pemilihan umum bila mematuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik
b. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah propinsi.
c. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah kabupaten/kota di propinsi sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Memiliki sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang pada setiap kepengurusan parpol sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai.
e. Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c, ditetapkan melalui musyawarah partai sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan.
f. Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c, harus mempunyai kantor tetap.
g. Mengajukan nama dan tanda gambar Partai Politik.
 Selain itu, ditegaskan pula untuk penyelenggaraan pemilihan umum selambat-lambatnya tahun 2004. Bagi partai politik peserta pemilihan umum yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Ayat (3) UU No.3/1999 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan UU No.4/2000, dapat menjadi pesrta pemilihan umum apabila memenuhi syarat:
a. Meleburkan diri menjadi partai politik baru, dengan nama, tanda gambar dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga baru.
b. Membentuk aliansi atau federasi partai politik dengan nama, tanda gambar dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga baru.
 Setelah memahami perilaku pemilih di Indonesia, parpol perlu memberid pendidikan poltik kepada masyarakat dengan harapan terciptanya suatu kesadaran maupun budaya politik demokratis pada masyarakat. Apabila kondisi kesadaran pada budaya politik demokratis pada masyarakat. Apabila kondisi kesdaran pada budaya politik demokratis sudah tumbuh pada masyarakat, implikasinya pertisipasi politik masyarakat akan meluas. Dan yang lebih penting adalah secara demokratis pula masyarakat dapat memberikan penilaian terhadap parpol mana yang mampu untuk merepresentasikan dirinya, yang sudah tentu parpol tersebut merupakan pilihannya.

C. Upaya Parpol Memberdayakan Masyarakat
 Upaya memberdayakan masyarakat dimaksudkan sebagai upaya mentransformasikan segenap potensi masyarakat ke dalam kekuatan nyata. Inti pemberdayaan tersebut adalah membuka kesadaran ideologis masyarakat sehingga mampu secara aktif dan mandiri mengimbangi kekuasaan negara.
 Secara umum pandangan kepada negara dapat dibagi menjadi dua. Pertama, pandangan yang memosisikan negara sebagai kekuatan otonom. Kedua, negara tidak harus memiliki kekuatan otonom seperti pandangan pertama, tetapi masyarakatlah yang memiliki kekuasaan untuk mengatur negara. Sehingga posisi negara dalam pandangan ini tergantung sepenuhnya pada keinginan warga negaranya.
 
D. Upaya Parpol Memerankan Fungsi Oposisi
 Partai politik yang memenangkan pemilu diberi kesempatan untuk menyelenggarakan pemerintahan, sebaliknya partai yang kalah dan tidak masuk dalam pemerintahan menjadi kekuatan oposisi.
 Sejarah kepartaian di Indonesia banyak menunjukkan distorsi fungsi dan peran parpol. Diberlakukannya Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila adalah bukti telah terjadinya pengebirian terhadap hak dan fungsi parpol. Diterapkannya asas tunggal dan pemutusan hubungan parpol dengan masyarakat melalui floating mass oleh Orde Baru membuat partai kehilangan motivasi perjuangan dan tidak memiliki kaki dukungan langsung di masyarakat bawah. Ini mengakibatkan partai politik dalam posisi yang sangat lemah dan sama sekali mampu melaksnakan fungsi-fungsinya.
 
E. Pengelolaan Kekuasaan Politik Oleh Partai Modern
 Idealisme pemilih (voter) dalam sistem demokrasi adalah mengharuskan setiap konstituen politik untuk selalu menggunakan rasionalitas dalam menentukan partai yang dijadikan aspirasi politiknya. Pemilih rasional ini dalam memilih partai tertentu tidak lagi menggunakan parameter-parameter tradisional atau logika emosional, melainkan melihat pada platform yang dimiliki oleh partai, dan aktif melakukan evaluasi terhadap konsistensi perjuangan serta realisasi program yang telah dilakukan oleh partai-partai yang ada.
 Pemilih yang rasional dan partisipatif yang ditunjang dengan parpol yang profesional dan modern, keduanya tidak akan mampu mewujudkan kehidupan politik yang dinamis manakala tidak diimbangi dengan aturan main (rule of the game) yang adil dalam satu sistem politik yang demokratis. Ketiga komponen tersebut merupakan satu rajutan yang tidak dapat dikesampingkan satu sama lain.

F. Demokratisasi Parpol
 Pemilu, yang diakui sebagai mekanisme paling modern untuk Merelisasikan suara rakyat pun, sesungguhnya hanya mewakili sebagian dari keseluruhan. Dan sebagian yang menguasai keseluruhan itu, bisa jadi malah membawa masyarakat pada jurang kenestapaan. Namun perkembangan konsep demokrasi hari ini makin menglaami kemajuan yang pesat. Ia tidak lagi mempercayakan mutlak keberadaannya pada mekanisme politik formal (seperti pemilu, partai, legislatif, dan sebagainya), tapi lebeih mempercayakan pada penyelenggaraan politik kenegaraan sehari-hari.
 Sebagai catatan tersendiri, partai politik harus mewaspadai gejala melemahnya partisipasi politik masyarakat. Fenomena yang semakin meningkatnya angka pemilih yang memilih untuk tidak memilih atau seringkali diistilahkan sebagai golput ini harus dipandang dalam dua perspektif. Pertama, munculnya ketidakpercayaan terhadap saluran politik dalam bentuk partai, yang kemudian berakibat pada perspektif kedua, yakni keinginan warga negara untuk melakukan delegitimasi politik terhadap kekuasaan.

G. Demokrasi Dalam Manajerial Partai
 Empat konsep yang dikemukakannya tersebut berangkat dari kritik keberadaan partai politik yang selama ini ada di Indonesia, utamanya sejak Pemilu 1999.
a. Dapat dikontrol rakyat.
b. Sistem kepartaian pluralis
c. Visi demokrasi pimpinan partai
d. Partai politik yang tidak mengedepankan monopoli dalam hal berikut :
- Definisi kepentingan bersama sebagai bangsa, dimana partai bersedia berdialog dengan masyarakat untuk menyepakati apa yang menjadi kepentingan bersama.
- Posisi dalam kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif dan lembaga-lembaga negera lainnya) di mana yang dapat berkiprah dalam posisi kekuasaan tidak hanya orang-orang yang dipersiapkan dan diajukan partai politik tetapi juga oleh calon-calon yang dipersiapkan dan diajukan oleh masyarakat sendiri.
- Informasi yang urgen untuk diketahui oleh publik dan bertindak transparan kepada publik dengan membuka akses kepada publik seluas mungkin untuk berinteraksi dengan partai politik tersebut.

PEMILU 2009, DEMOKRASI DAN DAMAI ACEH

 Pemilu merupakan sarana tak terpisahkan dari kehidupan politik negara yang menganut sistim demokratis modern. Indonesia yang merupakan salah satu negara yang menganut sistim ini akan menggelar pemilu nasional untuk memilih anggota legislatif maupun presiden secara langsung yang diamanatkan UUD 45 sebagai konstitusi negara pada tahun 2009 yang akan datang.
 Dalam konteks Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pemilu 2009 merupakan fase penting dalam proses transisi menuju perdamaian pasca penandatanganan MOU Helsinski antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintah Republik Indonesia (RI) di tahun 2005 yang lalu. Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang merupakan produk hasil MOU Helsinski mengamanatkan pembentukan partai lokal guna mengakomodir keinginan masyarakat Aceh dalam memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan sebagai penciptaan iklim yang kondusif dan demokratis pasca konflik yang berkepanjangan. Hal ini memungkinkan GAM merubah bentuk perjuangannya dari cara perlawanan senjata dengan proses politik. Pembentukan dan keikutsertaan partai politik lokal dalam pemilu 2009 adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu di Aceh.
 Hal lain yang berbeda pada penyelenggaraan pemilu 2009 selain keberadaan partai lokal, UU Pemilu yang baru mengamanatkan beberapa hal yang berbeda dengan penyelenggaraan Pemilu tahun 2004. Misalnya Sistem Proporsional Terbuka pada Pemilu 2009 yang akan datang calon berhak menduduki kursi penghitungan suara di tingkat nasional atau untuk penentuan calon anggota DPR RI, dimana akan dihitung perolehan suara sah nasional terlebih dahulu, jika terdapat partai yang tidak mencapai 2,5% suara maka parpol tersebut tidak akan diikutsertakan dalam proses penghitungan selanjutnya. Belum lagi terdapat aturan untuk mengumpulkan sisa suara sah yang kurang dari 59% ditingkat propinsi.

A. Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih
 Beberapa hal di atas harus terisolasi dengan baik kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pemilu 2009. Sebagai pemilih, rakyat berhak mendapatkan informasi yang jelas mengenai tahapan pemilu dari pemungutan suara sampai ke penghitungan suara, karena rakyatlah yang memutuskan kepada siapa kedaulatan negara akan diamanahkan. Sementara bagi parpol, pengetahuan mengenai pemilu menjadi modal penting dalam menjelaskan visi dan misi partai dalam upaya menarik dukungan. Sosialisasi huga harus mencakup pada hal teknis seperti cara pencoblosan, proses penghitungan suara, pembagian daerah pemilihan, hak dan kewajiban pemilih, perbedaan partai lokal dan partai nasional, serta pentingnya partisipasi masyarakat.
 Sosialisasi menjadi urgen untuk menghindari jumlah suara tidak sah yang disebabkan oleh kesalahan masyarakat dalam melakukan pencoblosan dan menghindari apatisme masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu. Diharapkan dengan pemahaman masyarakat yang baik terhadap proses tahapan pemilu, masyarakat dengan kesadaran penuh dapat melakukan pemantauan terhadap segala penyelewengan yang terjadi pada pemilu yang akan datang.

B. Pemutakhiran Data Pemilih
 Faktor lain yang menjadi tantangan penyelenggaraan pemilu adalah mengenai proses pendaftaran pemilih. Pendaftaran pemilih merupakan faktor penting dalam menentukan proses keberhasilan pemilu, dimana tingkat partisipasi rakyat dalam memilih wakilnya dapat terakomodir dari terdaftar atau tidaknya mereka dalam pemilu. Salah satu tugas KIP pada pemilu yang akan datang adalah mutakhir data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya dalam daftar pemilih untuk itu salah satu tugas awal KIP terpilih nanti adalah segera melakukan pembenahan terhadap data pemilih yang mengacu kepada data pemilih Pilkada 2006 yang lalu.
 Pemutakhiran data pemilih akan menjadi pekerjaan berat mengingat korban tsunami di beberapa wilayah pengungsian yang pada Pilkada 2006 lalu telah kembali ke daerah asalnya. Belum lagi banyaknya pekerja di Aceh yang terdaftar pada Pilkada 2006 lalu, sudah pindah kembali ke daerah asalnya masing-masing. Mengingat skala perubahan daftar pemilih yang begitu signifikan, tugas pendataan dan pemutakhiran data pemilih harus dimulai secepat mungkin atau menjadi prioritas anggota KIP terpilih. KIP harus hati-hati betul dengan daftar pemilih ini karena data yang tidak akurat (banyaknya pemilih yang tidak atau salah terdata) sangat sering menjadi sumber protes bagi calon yang kalah. Dalam kondisi Aceh yang masih dalam proses transisi menuju dama, ketidak puasan terhadap proses pendaftaran pemilih akan rentan memicu konflik horizontal, dan menjadi tantangan kedua untuk KIP untuk melakukan pendaftaran pemilih seakurat mungkin guna membantu menjamin partisipasi dalam rangka pemenuhan hak-hak politik masyarakat Aceh.

C. Pengadaan dan Pengamanan Logistik.
 Pengadaan dan pengamanan logistik pemilu menjadi catatan penting yang harus diperhitungkan oleh KIP dalam penyelenggaraan pemilu 2009. Pengadaan kertas suara, kotak suara, TPS, formulir-formulir proses pemungutan dan penghitungan suara yang tepat waktu dan tepat sasaran akan mengganggu proses pemungutan suara, karena dalam sistem proporsional terbuka daftar nama calon akan berbeda setiap daerah pemilihan.
 Perlu diperhitungkan pula pengamanan terhadap kerahasiaan logistik pemilu, logistik Pemilu terutama kertas suara sangat rentan terhadap upaya memanipulasi hasil pemilu untuk itu keamanan surat suara harus dijamin dengan menjali kerjasama dengan pihak kepolisian. Jika manipulasi suara terjadi, pemilu 2009 yang diharapkan menjadi proses transisi menuju Aceh damai dan demokratis akan gagal.


By : Anonymous

Tidak ada komentar:

Posting Komentar